beritax.id — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang berisi strategi jangka menengah peningkatan penerimaan negara. Salah satu fokusnya adalah memperbaiki rasio pajak (tax ratio) yang selama lima tahun terakhir stagnan di bawah 11 persen.
Menurut Purbaya, rendahnya tax ratio telah menimbulkan ketergantungan tinggi terhadap utang, membuat pengelolaan fiskal semakin menantang. Ia menargetkan kenaikan rasio pajak dari 10,24 persen pada 2025 menjadi 15 persen pada 2029, sambil menekan defisit APBN di kisaran 2,24–2,5 persen.
Namun di balik angka-angka optimistis itu, Partai X menilai strategi tersebut tidak menyentuh akar persoalan: utang besar, kebijakan pajak timpang, dan beban rakyat yang terus meningkat.
Partai X: Rakyat Jangan Terus Jadi Penanggung Utang
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, kebijakan fiskal harus berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan semata angka di atas kertas.
“Selama ini utang negara dikelola seolah hanya urusan akuntansi, padahal bunganya dibayar dengan keringat rakyat. Kalau bunga saja 6 persen, siapa yang menanggungnya? Rakyat, bukan korporasi,” tegas Prayogi.
Ia menilai kebijakan Purbaya belum menyentuh persoalan struktural yang membuat negara terus berutang, seperti ketergantungan terhadap sektor impor, kebocoran pajak korporasi besar, dan rendahnya redistribusi ekonomi.
Prinsip Partai X: Keadilan Ekonomi dan Transparansi Fiskal
Partai X menegaskan prinsipnya bahwa kebijakan fiskal harus berkeadilan dan berpihak pada rakyat. Peningkatan penerimaan pajak tidak boleh dilakukan dengan membebani masyarakat kecil, sementara korporasi besar dan konglomerat justru mendapatkan berbagai insentif dan keringanan.
Prayogi menegaskan, reformasi perpajakan harus disertai pajak progresif yang tegas untuk korporasi dan kekayaan besar. Pemerintah juga harus membuka data penggunaan utang secara transparan agar publik tahu ke mana uang pinjaman itu benar-benar digunakan.
“Jangan sampai negara terus menumpuk utang, tapi rakyat tak pernah merasakan hasilnya. Transparansi fiskal itu bentuk pelayanan, bukan pilihan,” ujarnya.
Solusi Partai X: Tuntaskan Utang, Bukan Tambah Skema
Partai X menawarkan solusi konkret agar kebijakan fiskal tidak hanya “mengatur” utang, tetapi menuntaskannya secara bertahap dan berkeadilan.
Pertama, audit menyeluruh terhadap seluruh pinjaman pemerintah, terutama yang berbunga tinggi dan tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Kedua, reformasi sistem pajak korporasi besar, agar mereka membayar sesuai kemampuan dan keuntungan riil, bukan melalui celah hukum. Ketiga, alokasi pajak untuk sektor produktif rakyat, seperti UMKM, koperasi, dan industri lokal, bukan untuk proyek padat modal milik segelintir kelompok. Keempat, moratorium utang baru untuk proyek yang tidak memiliki dampak sosial signifikan.
Prayogi menegaskan, utang hanya boleh dipakai jika hasilnya menurunkan kesenjangan dan memperkuat daya tahan ekonomi rakyat.
Partai X menilai rencana Purbaya belum menjawab kebutuhan utama rakyat. Optimisme fiskal tak ada artinya jika rakyat terus menanggung bunga dan inflasi.
“Kalau tax ratio naik tapi daya beli rakyat turun, itu bukan kemajuan. Negara harus menuntaskan utang, bukan sekadar mengatur cicilan. Karena di ujungnya, rakyatlah yang membayar,” pungkas Prayogi.



