beritax.id – Deputi Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi mengkritik tajam penyusunan program legislasi nasional (Prolegnas) oleh DPR RI. Dalam keterangannya sebagai ahli di Mahkamah Konstitusi, Senin (14/7/2025), Fajri menyebut Prolegnas kini berubah fungsi menjadi alat penyampai harapan semata, bukan sebagai alat rencana pembentukan undang-undang.
Fajri mencontohkan revisi UU TNI yang tiba-tiba disahkan tanpa pernah masuk dalam daftar prioritas Prolegnas. Ia juga menyoroti bahwa banyak Rancangan Undang-Undang (RUU) penting seperti RUU Perampasan Aset, RUU Peradilan Militer, dan RUU Masyarakat Adat justru diabaikan tanpa alasan yang jelas. Ia menilai pengesahan seperti ini melanggar prosedur dan melemahkan prinsip pembentukan hukum yang sah.
Partai X: Kalau Rencana Hukum Tidak Bisa Dipercaya, Demokrasi Kita Tinggal Panggung Kosong
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai kritik Fajri menjadi alarm serius atas runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem legislasi nasional. “Kalau Prolegnas saja tidak bisa dipercaya, bagaimana rakyat percaya hukum melindungi mereka?” tegas Rinto.
Ia menegaskan bahwa pembentukan undang-undang bukan sekadar prosedur administratif, melainkan mandat konstitusional. Jika hukum hanya digunakan untuk mengejar kepentingan kekuasaan, maka demokrasi tidak lebih dari pajangan simbolik belaka.
Partai X kembali menegaskan bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil dan transparan.
Prolegnas semestinya disusun berdasarkan kebutuhan rakyat, bukan negosiasi kekuasaan. Undang-undang yang tiba-tiba muncul tanpa pembahasan terbuka adalah bentuk perampasan kedaulatan legislatif dari rakyat.
Dalam prinsip dasarnya, Partai X menekankan bahwa hukum harus dijalankan sebagai sarana keadilan, bukan alat kekuasaan. Keadilan tidak bisa dilahirkan dari proses hukum yang tidak jujur terhadap prosedur, apalagi mengabaikan asas partisipasi rakyat.
Solusi Partai X: Reformasi Legislasi, Wajibkan Transparansi dan Partisipasi Rakyat
Sebagai solusi, Partai X mengusulkan reformasi total dalam proses legislasi. Setiap perubahan Prolegnas wajib diumumkan dan didiskusikan secara publik. RUU yang disusun harus mengedepankan prinsip transparansi, partisipasi masyarakat, serta berbasis pada kebutuhan riil rakyat.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X akan menyiapkan kader yang memahami legislasi sebagai instrumen keadilan, bukan alat kekuasaan. Pendidikan politik berbasis etika dan tanggung jawab publik harus menjadi fondasi dalam menyusun kebijakan hukum nasional.
“Kalau hukum dibuat diam-diam dan tiba-tiba, lalu kita bedanya dengan negara otoriter apa?” pungkas Rinto.