Pendahuluan: Pajak dan Dunia Usaha
Bicara soal usaha, tak bisa lepas dari urusan pajak. Setiap pengusaha yang menjual barang atau jasa pasti akan berhadapan dengan kewajiban perpajakan. Salah satu istilah yang sering muncul adalah Pengusaha Kena Pajak atau disingkat PKP.
Namun, apa sebenarnya arti PKP itu? Apakah semua pengusaha otomatis menjadi PKP? Dan mengapa status ini penting bagi kelangsungan bisnis? Untuk menjawabnya, mari kita bahas satu per satu secara lebih mendalam.
1. Siapa Itu Pengusaha Kena Pajak (PKP)?
Dalam dunia usaha, istilah PKP sering muncul dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, banyak pelaku usaha belum sepenuhnya memahami makna PKP sesungguhnya.
Secara umum, pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan seperti memproduksi, mengimpor, mengekspor, berdagang, atau menyediakan jasa. Akan tetapi, tidak semua pengusaha otomatis menjadi PKP.
Hanya pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya yang wajib dikukuhkan sebagai PKP. Dengan status tersebut, pengusaha harus memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas setiap transaksi. Dengan kata lain, PKP adalah pihak yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap pengelolaan PPN.
2. Dasar Hukum Pengukuhan PKP
Selanjutnya, dasar hukum pengukuhan PKP diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), terutama pada Pasal 2 ayat (2), (4), dan (4a).
Pertama, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa setiap pengusaha yang kegiatan usahanya dikenai PPN wajib melaporkan usahanya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Kedua, apabila pengusaha tidak mendaftarkan diri secara sukarela, DJP berwenang mengukuhkan secara jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4). Selain itu, dalam kondisi tertentu, kewajiban pajak tersebut bahkan dapat berlaku surut hingga lima tahun ke belakang sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (4a).
Oleh karena itu, ketentuan ini menegaskan bahwa pengukuhan PKP bukan sekadar formalitas administratif.
Sebaliknya, hal ini merupakan kewajiban hukum yang bersifat mengikat bagi pengusaha yang telah memenuhi kriteria.
3. Syarat Menjadi PKP
Agar dapat dikukuhkan sebagai PKP, pengusaha harus memenuhi dua jenis syarat utama, yaitu syarat subjektif dan objektif.
a. Syarat Subjektif
Syarat ini berkaitan dengan siapa yang menjadi subjek pajak menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
Subjek pajak terbagi menjadi dua, yaitu subjek pajak dalam negeri dan luar negeri.
Untuk subjek pajak dalam negeri, termasuk orang pribadi — baik warga negara Indonesia maupun asing — yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun atau berniat menetap. Kewajiban pajak dimulai sejak seseorang menetap atau berniat menetap, dan berakhir ketika meninggalkan Indonesia atau meninggal dunia.
Selain itu, badan usaha yang berdiri atau berkedudukan di Indonesia juga tergolong subjek pajak dalam negeri, sejak didirikan hingga dibubarkan atau tidak lagi berkantor di Indonesia.
Sementara itu, subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi atau badan yang tidak tinggal atau tidak berkedudukan di Indonesia, tetapi tetap menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) atau menerima penghasilan dari Indonesia.
b. Syarat Objektif
Syarat objektif berkaitan dengan kegiatan usaha dan besarnya omzet. Seorang pengusaha wajib dikukuhkan sebagai PKP apabila melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak dan memiliki peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.
Namun, apabila omzet masih di bawah batas tersebut, pengusaha tidak wajib menjadi PKP. Meskipun demikian, mereka tetap boleh mengajukan pengukuhan secara sukarela. Dengan begitu, pengusaha kecil tetap dapat berpartisipasi dalam sistem PPN apabila diperlukan.
4. Cara Pengukuhan PKP
Secara umum, pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan dua cara: melalui permohonan sendiri atau secara jabatan oleh DJP.
Pada pengukuhan melalui permohonan sendiri, pengusaha secara sadar mendaftarkan diri setelah memenuhi syarat subjektif dan objektif. Langkah ini menunjukkan kepatuhan dan kesadaran pajak yang baik serta membantu membangun reputasi positif di dunia bisnis.
Sebaliknya, pengukuhan secara jabatan dilakukan oleh DJP apabila pengusaha telah memenuhi kriteria sebagai PKP tetapi belum mendaftar. Dalam kondisi tersebut, DJP berhak menetapkan status PKP secara sepihak dan memberlakukan kewajiban pajak secara mundur sesuai peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, sebaiknya pengusaha tidak menunda pendaftaran PKP. Selain untuk menghindari sanksi, hal ini juga membantu menjaga kredibilitas usaha di mata otoritas pajak.
5. Penutup
Pada akhirnya, memahami siapa yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta dasar hukumnya adalah langkah penting bagi setiap pelaku usaha. Dengan mengetahui syarat dan mekanisme pengukuhan PKP, pengusaha dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar, tertib, dan bertanggung jawab.
Selain itu, pemahaman tentang PKP juga membantu pelaku usaha menghindari potensi sanksi hukum serta meningkatkan kepercayaan mitra bisnis. Dengan kata lain, kepatuhan pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi strategi bisnis yang berkelanjutan.


