beritax.id — Kisah Kholila, seorang pengamen perempuan asal Kelurahan Lumpur, Gresik, Jawa Timur, menjadi viral. Ia meminta bantuan publik agar dapat membuka usaha warung kopi. Tujuannya sederhana: memperbaiki hidupnya dan anak-anaknya yang selama ini ikut mengamen di jalanan.
Ibu dua anak ini ternyata belum pernah menerima bantuan sosial dari negara. Ia hidup dalam kondisi memprihatinkan, tinggal di rumah kontrakan setelah menjual rumah satu-satunya akibat tekanan ekonomi.
Menurut Iriana, adik kandungnya, Kholila belum pernah menerima bantuan seperti PKH atau BPNT. “Belum masuk DTKS,” kata salah satu pengurus lembaga di kelurahan setempat. Padahal, DTKS adalah syarat utama untuk mendapatkan bantuan pemerintah.
Dinas Sosial Gresik mengakui belum menemukan nama Kholila dalam sistem. Mereka mengaku sedang menelusuri ke lapangan. Padahal, Kholila dan anak-anaknya telah bertahun-tahun hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Partai X: Penguasa Hadir Kalau Sudah Viral, Tapi Absen Saat Rakyat Membutuhkan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, mengecam sistem bantuan sosial yang hanya merespons viralitas seperti kasus pengamen ini, bukan kebutuhan riil. “Kalau kamera datang, bansos tiba. Tapi kalau tidak viral, rakyat terlupa,” ujarnya.
Ia menegaskan kembali bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Maka penguasa tak boleh hanya hadir sebagai penonton dalam panggung penderitaan rakyat.
Partai X menyebut, kisah Kholila adalah bukti telanjang gagalnya sistem validasi dan distribusi bansos. Data tidak bergerak, sistem tak menyentuh yang seharusnya dibantu. Pemerintah kalah cepat dari kamera warga dan simpati warganet.
Kalau bantuan baru sampai setelah kasus viral, maka sistem itu cacat dan tidak berpihak pada rakyat miskin yang tak bersuara.
Solusi Partai X: Sistem Bansos Harus Berdasar Komunitas dan Akses Langsung
Partai X menawarkan solusi menyeluruh. Pertama, ubah mekanisme pendataan bansos agar berbasis komunitas, bukan hanya data statistik pasif dari kelurahan.
Kedua, buat kanal aduan cepat berbasis digital dan offline, agar warga seperti Kholila bisa langsung mendaftar tanpa perantara birokrasi.
Ketiga, hadirkan lembaga pengawas independen dari masyarakat sipil untuk mengaudit dan memverifikasi ulang DTKS secara berkala.
Keempat, terapkan model distribusi berbasis gotong royong desa yang melibatkan RT-RW, tokoh masyarakat, dan lembaga sosial setempat secara aktif.
Partai X menegaskan bahwa hak hidup layak bukan diberikan karena trending topic, tapi karena konstitusi. Jika pemerintah hanya hadir karena tekanan publik, maka keadilan hanya berpihak pada yang dilihat kamera.