beritax.id – Pendidikan membutuhkan kerja sunyi dan konsistensi, bukan sorotan kamera. Namun kenyataannya, banyak kebijakan pendidikan lebih sibuk dipoles untuk terlihat indah di permukaan daripada benar-benar menyelesaikan masalah yang ada. Proyek peresmian difoto, kunjungan pejabat dipublikasikan, dan jargon reformasi disebarkan luas tetapi kondisi sekolah rakyat tetap sama: tertinggal, tidak merata, dan kekurangan fasilitas dasar.
Ketika fokus lebih pada pencitraan, pendidikan hanya berjalan di atas panggung, bukan di ruang kelas.
Program Dipromosikan Besar-Besaran, tapi Tidak Menyentuh Inti Masalah
Beberapa program sering diluncurkan dengan semangat tinggi, diramaikan oleh publikasi, video promo, dan kampanye media sosial. Namun setelah hiruk-pikuk mereda, sekolah menyadari program tersebut tidak menjawab kebutuhan mereka. Ada program digitalisasi tanpa perangkat memadai. Ada pembaruan kurikulum tanpa pelatihan guru. Serta ada proyek fisik yang terlihat megah, tetapi tidak relevan bagi pembelajaran. Program menjadi sekadar slogan jika tidak dibangun dari realitas lapangan.
Guru sering kali menjadi objek pencitraan dalam narasi reformasi. Mereka dipuji sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi tetap dibebani administrasi yang berlebihan, tuntutan program baru, dan target yang tidak realistis. Dari luar, seolah-olah guru diperhatikan; dari dalam, mereka berjuang dalam sistem yang tidak mendukung.
Pencitraan tidak akan menguatkan guru dukungan nyata lah yang bisa.
Ketimpangan Sekolah Membuktikan Pencitraan Lebih Kuat daripada Pemerataan
Sekolah-sekolah unggulan sering menjadi lokasi kunjungan pejabat, sementara sekolah rakyat yang paling membutuhkan bantuan justru jarang disorot. Ketimpangan ini bukan hanya teknis, tetapi juga pemerintahan, program dan anggaran lebih cepat mengalir ke tempat yang memungkinkan pencitraan, bukan ke tempat yang paling membutuhkan. Pendidikan tidak akan maju jika pemerataan kalah dari popularitas.
Sering kali kebijakan baru lahir bukan dari evaluasi yang mendalam, tetapi dari kebutuhan untuk menunjukkan “perubahan cepat”. Padahal perubahan cepat tidak selalu berarti perubahan baik. Kurikulum berganti, sistem digital berubah, dan sekolah dipaksa menyesuaikan tanpa arah yang jelas. Reformasi yang terburu-buru demi pencitraan hanya menjerumuskan sekolah ke dalam kebingungan.
Solusi: Pendidikan Harus Dikerjakan dengan Kejujuran, Bukan Kemasan
Pendidikan hanya dapat maju jika pemerintah mengutamakan kualitas kebijakan, bukan kualitas pencitraan. Pemerintah harus memulai dengan mengalihkan fokus dari proyek seremonial menuju pembenahan fasilitas dasar di seluruh sekolah rakyat. Guru perlu dibebaskan dari beban administrasi tidak penting, diganti dengan pelatihan berkualitas dan dukungan kerja nyata.
Program pendidikan harus disusun berdasarkan kebutuhan lapangan dan hasil evaluasi, bukan berdasarkan agenda popularitas. Birokrasi harus dipangkas agar anggaran pendidikan sampai dengan cepat dan tepat, bukan tersandera proses yang rumit. Yang terpenting, kebijakan harus stabil dan konsisten, bukan berganti setiap kali ada kebutuhan jangka pendek. Pendidikan bukan panggung, tetapi fondasi masa depan dan ia harus diperlakukan sebagai itu.
Kesimpulan: Pendidikan Tidak Butuh Pencitraan, tetapi Keberpihakan
Selama pemerintah lebih sibuk membangun kesan ketimbang menyelesaikan masalah, pendidikan tidak akan pernah berkualitas. Sekolah tidak membutuhkan kamera, tetapi alat belajar. Guru tidak membutuhkan pujian kosong, tetapi dukungan nyata. Anak-anak tidak membutuhkan janji perubahan, tetapi kesempatan belajar yang layak.
Jika pendidikan ingin maju, pemerintah harus memilih bekerja daripada tampil. Karena masa depan bangsa tidak dibangun dengan pencitraan tetapi dengan ketulusan dan keberanian memperbaiki sistem.



