beritax.id – Pendidikan seharusnya menjadi ruang paling suci yang dijaga negara, karena di sanalah masa depan bangsa dibentuk. Namun yang sering terlihat justru sebaliknya: pendidikan diperlakukan sebagai panggung kekuasaan, tempat kepentingan kekuasaan mengatur arah kebijakan tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata rakyat. Program berubah sesuai kepentingan, bukan kebutuhan pembelajaran. Jabatan diisi berdasarkan kedekatan, bukan kompetensi. Akhirnya, pendidikan kehilangan kendali dan negara kehilangan arah. Ketika pendidikan dikorbankan untuk kekuasaan, bangsa membayar mahal.
Pendidikan membutuhkan arah jangka panjang, tetapi yang muncul justru kebijakan yang berubah setiap kali kekuasaan berganti. Kurikulum ditata ulang, sistem penilaian direvisi, platform digital diganti, tetapi substansinya tidak pernah benar-benar membaik. Kebijakan yang seharusnya menguatkan pembelajaran malah menjadi alat pencitraan.Pendidikan tidak akan pernah maju jika terus dijadikan eksperimen kekuasaan.
Guru Terhimpit Antara Tuntutan Kekuasaan dan Keterbatasan Nyata
Guru diminta mengikuti perubahan kebijakan yang cepat, menghadapi administrasi yang menumpuk, menjalankan program seremonial, dan tetap memastikan siswa belajar dengan baik. Namun dukungan yang diterima sangat minim. Pelatihan tidak merata, fasilitas tidak cukup, dan kesejahteraan banyak guru masih tertinggal.
Guru tidak perlu janji perubahan mereka butuh sistem yang mendukung tugasnya sebagai pendidik.
Sekolah seharusnya fokus pada pembelajaran, tapi kenyataannya banyak sekolah justru menjadi lokasi proyek, lomba, pencitraan, atau kegiatan seremonial yang tidak relevan dengan pendidikan. Bangunan sekolah bisa dibiarkan rusak selama bertahun-tahun, tetapi lapangan tetap harus dibersihkan untuk menyambut pejabat. Fasilitas belajar bisa menunggu, tetapi proyek bisa segera dijalankan. Ketika sekolah lebih sibuk melayani kekuasaan daripada murid, pendidikan tidak lagi menjadi prioritas.
Arah Pembangunan Pendidikan Terasa Asing bagi Rakyat
Pendidikan diputuskan dari atas ke bawah, sering kali tanpa mendengarkan suara guru, orang tua, atau komunitas lokal. Kebijakan yang dihasilkan tampak modern, tetapi tidak relevan dengan kebutuhan daerah. Sementara itu, siswa di banyak wilayah masih belajar dengan kursi patah, ruang kelas bocor, dan fasilitas minim.
Pendidikan tidak bisa kuat jika disusun tanpa suara rakyat yang menjalankannya setiap hari.
Ketika pendidikan dikomersialisasi, akses menjadi soal uang. Ketika pendidikan dipolitisasi, kualitas menjadi soal selera penguasa. Padahal pendidikan adalah hak dasar, bukan barang jual beli dan bukan alat mempertahankan kekuasaan. Jika pendidikan terus diperlakukan sebagai komoditas atau alat kekuasaan, bangsa akan terjebak dalam ketidakadilan yang berkepanjangan.
Solusi: Kembalikan Pendidikan ke Tangan Negara, Bukan Kekuasaan
Penyelamatan pendidikan harus dimulai dengan mengembalikan tata kelolanya kepada negara secara penuh negara yang berpihak pada rakyat, bukan kepentingan kekuasaan. Arah pendidikan harus disusun melalui musyawarah kebijakan nasional yang mengutamakan ilmu pengetahuan, bukan kepentingan sesaat.
Birokrasi pendidikan harus disederhanakan agar guru bisa mengajar tanpa beban administratif yang tidak perlu. Pengelolaan data dan anggaran harus berbasis digital untuk mencegah penyelewengan. Sekolah perlu dilindungi dari intervensi kekuasaan dan proyek seremonial yang menghambat pembelajaran. Yang paling penting, negara harus memastikan akses pendidikan berkualitas untuk seluruh anak tanpa diskriminasi wilayah, kelas sosial, atau kemampuan ekonomi.
Ketika pendidikan menjadi prioritas negara, bukan kekuasaan, barulah bangsa memiliki masa depan yang benar-benar dapat diandalkan.
Kesimpulan: Pendidikan Tidak Boleh Tunduk pada Kepentingan Kekuasaan
Sampai hari ini, rakyat masih melihat bagaimana kebijakan pendidikan berubah mengikuti arah angin kekuasaan. Sementara itu, masalah mendasar seperti ketimpangan akses, kualitas guru, dan fasilitas dasar tidak kunjung diselesaikan.
Pendidikan harus dikelola oleh negara yang berpihak pada rakyat, bukan oleh kekuasaan yang sibuk mengatur citra. Bangsa tidak akan maju jika pendidikan terus dikorbankan.



