beritax.id – Di tengah situasi bangsa yang kian terpolarisasi oleh kepentingan pejabat dan ego kekuasaan, rakyat semakin merindukan sosok pemimpin yang hadir bukan untuk memerintah dengan amarah, melainkan memimpin dengan cinta. Pemimpin sejati adalah mereka yang hatinya terhubung dengan penderitaan rakyat, pikirannya jernih karena nurani, dan tindakannya berpijak pada keadilan.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan kembali hakikat dasar kepemimpinan negara. “Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya. Menurutnya, tugas itu tidak bisa dijalankan dengan ambisi, tapi dengan empati. Ketika cinta absen dalam pemerintahan, maka rakyat hanya menjadi objek kebijakan, bukan subjek kedaulatan.
Kekuasaan yang Tidak Disertai Nurani Akan Melahirkan Penindasan
Rinto menjelaskan bahwa kekuasaan tanpa nurani hanya akan melahirkan keangkuhan dan penyalahgunaan wewenang. Dalam konteks negara, kekuasaan yang kehilangan nilai kemanusiaan akan menjauh dari cita-cita Pancasila. “Kekuasaan yang dijalankan tanpa hati adalah bentuk baru penindasan,” tegasnya.
Ia menambahkan, cinta dalam konteks kenegaraan bukanlah sentimentalitas, melainkan komitmen terhadap kemanusiaan. Pemimpin yang memimpin dengan cinta akan melihat rakyat bukan sebagai angka statistik, melainkan sebagai manusia yang harus dilindungi dan diberdayakan. Sedangkan nurani menjadi kompas agar kekuasaan tidak tersesat oleh kepentingan.
Prinsip Partai X: Kepemimpinan sebagai Pengabdian, Bukan Kekuasaan
Berdasarkan prinsip Partai X, kepemimpinan adalah amanah suci yang harus dijalankan dengan kesadaran moral. Prinsip Partai X menegaskan bahwa negara ada untuk rakyat, bukan sebaliknya. Karena itu, setiap pejabat publik wajib menempatkan diri sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa atas rakyat.
Dalam pandangan Partai X, kepemimpinan sejati bertumpu pada tiga fondasi utama:
- Kedaulatan rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan. Tanpa rakyat, kekuasaan kehilangan makna.
- Etika dan moral publik. Setiap keputusan harus lahir dari hati nurani, bukan kalkulasi.
- Pelayanan yang tulus dan transparan. Pemimpin harus melayani dengan cinta, bukan mencari keuntungan pribadi.
Partai X percaya, negara hanya akan kuat jika dipimpin oleh orang-orang yang berani berbuat benar dan berjiwa melayani.
Pemimpin yang Melayani dengan Cinta, Bukan Menaklukkan dengan Kekuasaan
Rinto menegaskan, pemimpin yang sejati tidak sibuk mempertahankan kekuasaan, tetapi fokus memastikan rakyat hidup sejahtera. Ia menyebut, pemimpin dengan cinta akan menolak kebijakan yang menindas, sedangkan pemimpin dengan nurani akan berani menegur sistem yang salah.
“Pemimpin dengan cinta tahu kapan harus mengatur dan kapan harus mendengar,” katanya. Dalam pandangan Partai X, pemimpin bukanlah raja di atas rakyat, tetapi penjaga di bawah amanah rakyat.
Kepemimpinan yang berlandaskan cinta dan nurani akan menciptakan ruang keadilan sosial yang sejati, sebagaimana diamanatkan oleh sila kelima Pancasila.
Solusi Partai X
Sebagai solusi untuk membangun pemerintahan yang manusiawi, Partai X mengusulkan, di mana setiap kebijakan publik wajib melewati uji moral dan keberpihakan sosial. Tujuannya agar negara benar-benar hadir untuk melindungi dan melayani rakyat secara adil.
Beberapa langkah solutif yang ditawarkan Partai X antara lain:
- Reformasi etika pejabat publik, dengan menanamkan nilai pengabdian dan tanggung jawab moral sejak awal karier.
- Pendidikan kepemimpinan berbasis nilai Pancasila, agar generasi penerus memahami makna cinta tanah air dan keadilan sosial.
- Membangun sistem evaluasi kepemimpinan berbasis pelayanan, bukan sekadar pencapaian ekonomi atau proyek pembangunan.
- Mendorong budaya yang menempatkan rakyat sebagai mitra, bukan bawahan.
Partai X menilai, membangun bangsa harus dimulai dari membangun jiwa pemimpinnya. Karena pemimpin tanpa cinta akan memecah belah rakyat, sementara pemimpin dengan nurani akan menyatukan bangsa.
Penutup: Kembali pada Jiwa Kepemimpinan Pancasila
Cinta dan nurani adalah dua sayap yang membuat kepemimpinan terbang tinggi di atas kepentingan sempit. Dalam jiwa Pancasila, kepemimpinan bukan tentang menguasai, tetapi tentang melayani dengan kasih.
Rinto Setiyawan menutup dengan pesan yang tegas namun penuh makna: “Negara akan damai jika pemimpinnya berjiwa cinta, bukan bernafsu kuasa. Karena hanya mereka yang memimpin dengan nurani yang akan meninggalkan jejak peradaban, bukan luka sejarah.”



