beritax.id – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti maraknya praktik pemborosan anggaran di pemerintah daerah. Ia menegaskan efisiensi belanja harus menjadi prioritas agar dana publik bisa dialihkan ke program yang langsung menyentuh kepentingan rakyat.
“Kami sudah melakukan beberapa langkah, dan Master Plan Produktivitas Nasional ini akan menjadi pedoman bagi kami untuk menyempurnakan langkah-langkah bagi pemerintah daerah,” ujar Tito dalam acara Peluncuran Dokumen Master Plan Produktivitas Nasional di kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Tito, efisiensi anggaran adalah bagian penting untuk mendorong produktivitas daerah. Ia menyoroti banyaknya pemborosan dalam belanja birokrasi dan operasional, mulai dari rapat berlebihan, perjalanan dinas yang tidak perlu, hingga kenaikan biaya pemeliharaan tanpa alasan jelas. “Rapat yang cukup dua kali dibuat sepuluh kali. Perjalanan dinas yang cukup empat kali bisa jadi dua puluh kali,” ujarnya.
Partai X: Negara Harus Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai bahwa pemborosan anggaran daerah adalah bentuk nyata ketidakadilan fiskal. “Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau anggaran daerah dihambur-hamburkan untuk kenyamanan birokrasi, maka rakyat yang menanggung bebannya,” ujar Rinto.
Ia menilai efisiensi bukan sekadar urusan akuntansi, tetapi juga moral. “Ketika dana publik digunakan untuk rapat tak perlu, rakyat di bawah justru kena potongan bantuan dan pengurangan layanan,” katanya. Rinto menegaskan, pemborosan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan cermin lemahnya fungsi pengawasan di daerah.
Prinsip Partai X: Pemerintah Adalah Pelayan Rakyat, Bukan Penguasa
Partai X berpandangan bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk mengatur dan melayani seluruh rakyat. Dalam prinsip dasar partai, negara harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
“Pemerintah daerah seharusnya menjadi contoh dalam efisiensi dan transparansi. Bukan justru mengulang kesalahan lama: mengutamakan kenyamanan pejabat daripada kesejahteraan masyarakat,” tegas Rinto. Ia juga mengingatkan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, sedangkan pejabat hanyalah pelaksana mandat rakyat.
Solusi Partai X: Efisiensi Nyata, Bukan Sekadar Slogan
Partai X menilai pemborosan anggaran daerah harus diakhiri dengan langkah sistemik dan menyeluruh. Beberapa solusi yang diusulkan antara lain:
- Transformasi Birokrasi Digital
Semua transaksi dan kegiatan anggaran daerah harus berbasis sistem digital untuk menekan peluang manipulasi dan perjalanan dinas fiktif. - Pemaknaan Ulang Pancasila sebagai Pedoman Operasional
Pancasila harus dijadikan dasar moral dan operasional kebijakan daerah agar anggaran publik digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan birokrasi. - Musyawarah Kenegarawanan Daerah
Pemerintah daerah wajib melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh lokal dalam menyusun prioritas anggaran agar sesuai kebutuhan rakyat. - Reformasi Hukum dan Pengawasan Fiskal
Partai X mendorong pembentukan lembaga pengawas anggaran independen di daerah untuk memastikan transparansi dan efektivitas penggunaan dana publik. - Pendidikan Moral bagi Aparatur Negara
Setiap pejabat daerah harus mendapat pelatihan integritas agar sadar bahwa jabatan publik adalah amanah, bukan kesempatan memperkaya diri.
Penutup: Anggaran Harus Kembali ke Rakyat
Partai X menilai, pemborosan anggaran daerah adalah penyakit lama yang harus segera diobati dengan sistem dan integritas. Dana publik harus kembali ke rakyat, bukan menguap di meja rapat dan perjalanan dinas pejabat.
Rinto Setiyawan menegaskan, “Kalau pejabat daerah sibuk menikmati anggaran, sementara rakyat harus berhemat, maka ada yang salah dengan arah negara ini.”
Ia menutup dengan pesan keras, “Efisiensi bukan berarti pemotongan untuk rakyat, tapi penghematan dari pejabat yang boros. Negara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk melayani kenyamanan kekuasaan.”