beritax.id – Setiap tahun, ribuan hektare hutan Indonesia hilang bukan karena bencana alam, tetapi karena aktivitas manusia yang tidak terkendali. Pembalakan liar kini bukan lagi isu terisolasi; ia telah berubah menjadi industri gelap yang bekerja dengan rapi, terstruktur, dan sering kali berjejaring dengan kepentingan yang lebih besar. Di banyak daerah, masyarakat menyaksikan pohon-pohon raksasa tumbang tanpa bisa berbuat banyak. Sementara itu, bencana ekologis seperti banjir bandang dan longsor menjadi konsekuensi yang harus mereka tanggung.
Pertanyaan publik semakin nyaring: kenapa pembalakan liar bisa terjadi sedemikian masif tanpa ada pencegahan yang berarti?
Jejak Mafia Kayu yang Sulit Diberantas
Pembalakan liar bukan hanya aksi individu yang menebang pohon secara sembunyi-sembunyi. Ia merupakan jaringan bisnis ilegal bernilai besar yang melibatkan operator lapangan, tengkulak, penyedia alat berat, dan oknum tertentu yang memuluskan jalannya proses. Aktivitas ini berjalan di tengah hutan, tetapi dampaknya terasa sampai pusat kota: kayu ilegal beredar, keuntungan mengalir, dan negara dirugikan triliunan rupiah.
Selama rantai keuntungannya tetap besar, kejahatan hutan akan terus menemukan jalannya.
Banyak kepala daerah dan masyarakat adat sudah lama memperingatkan bahwa pembalakan liar semakin brutal. Namun respons pemerintah sering kali terbatas: patroli mendadak, pernyataan reaktif, atau operasi sesaat yang tidak mengubah keadaan secara struktural. Lubang koordinasi antara pusat dan daerah membuat pengawasan tidak efektif, sementara regulasi yang ada terlalu mudah dilanggar dan minim penegakan.
Ketika negara tidak hadir secara konsisten, ilegalitas akan selalu mendahului hukum.
Kerusakan Lingkungan, Kerusakan Masa Depan
Pembalakan liar bukan hanya soal pohon yang hilang. Ia adalah rantai kehancuran yang memicu bencana ekologis, mengganggu siklus air, memiskinkan masyarakat adat, serta menghancurkan keanekaragaman hayati. Hutan Indonesia adalah paru-paru dunia dan benteng terakhir yang melindungi wilayah dari efek perubahan iklim.
Setiap pohon yang tumbang tanpa kendali mendekatkan bangsa ini pada ancaman ekologis yang jauh lebih besar.
Hutan adalah milik publik, bukan milik kelompok berkepentingan. Negara memiliki mandat konstitusional untuk melindunginya demi generasi sekarang dan masa depan. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa penegakan hukum masih lemah, pengawasan tidak merata, dan sanksi terlalu ringan sehingga tidak memberi efek jera.
Sebuah negara gagal ketika ia tidak mampu menjaga sumber daya paling dasar bagi kelangsungan hidup rakyatnya.
Solusi: Menguatkan Sistem Pengawasan dan Mengembalikan Kendali Hutan ke Publik
Untuk menghentikan pembalakan liar secara sistemik, negara perlu mengambil langkah konkret dan berkelanjutan. Pertama, pemisahan antara negara dan pemerintah agar pengawasan hutan dapat diperkuat melalui teknologi. Kedua, penegakan hukum harus menyasar aktor besar, bukan hanya pelaku lapangan; mafia kayu harus dibongkar, bukan sekadar ditindak parsial. Ketiga, masyarakat adat dan lokal harus diberikan hak kelola yang jelas serta diperkuat perannya sebagai penjaga hutan alami. Keempat, tata kelola perizinan harus diperbaiki dengan proses yang terbuka, terukur, dan bebas dari konflik kepentingan. Kelima, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh kebijakan berbasis pada keberlanjutan lingkungan, bukan hanya keuntungan jangka pendek.
Dengan langkah-langkah tersebut, hutan dapat kembali menjadi ruang hidup yang aman dan terjaga dari eksploitasi liar.
Kesimpulan: Penyelamatan Hutan adalah Penyelamatan Bangsa
Pembalakan liar bukan sekadar kriminalitas lingkungan; ia adalah tanda kegagalan negara dalam menjalankan amanah publik. Ketika pemerintah lamban, hutan habis. Ketika hutan hilang, keselamatan rakyat terancam. Dan ketika publik terus bertanya “pemerintah ke mana?”, itu berarti negara harus segera memperbaiki diri. Hutan adalah masa depan bangsa menjaga hutan berarti menjaga hidup.



