Oleh: Rinto Setiyawan, A.Md., CTP
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Anggota Majelis Tinggi Partai X
beritax.id – Tanggal 27 Mei 2025 yang lalu, saya menghadiri sebuah seminar penting bertajuk “Pemeriksaan Pajak Lewat Batas Waktu Tidak Membatalkan SKP Meskipun Merupakan Amanat Undang-Undang”, yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan disponsori oleh IWPI. Tetapi ada hal mengenai lemahnya pengawasan terhadap pelayan publik yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum secara profesional dan berintegritas, tetapi mencederai prinsip akuntabilitas dan keadilan.
Dari forum ini, terang dan gamblang terungkap bahwa sistem perpajakan kita sedang menghadapi krisis integritas. Beberapa kasus nyata membuktikan bahwa ada aparat fiskus atau pemeriksa pajak yang melanggar batas waktu pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), namun produk hukum berupa SKP (Surat Ketetapan Pajak) tetap dinyatakan sah oleh Pengadilan Pajak dan bahkan dikuatkan oleh Mahkamah Agung.
Di sinilah letak persoalan paling mendasar: sistem yang seharusnya menjaga hukum, justru memberi pembenaran terhadap pelanggaran hukum.
Negara Hukum yang Tergelincir Menjadi Negara Pajak
Putusan Mahkamah Agung No. 1633/B/PK/Pjk/2024 yang membenarkan SKP meskipun lahir dari pemeriksaan pajak yang melewati batas waktu, telah menimbulkan kekhawatiran besar. Bukan hanya karena melukai rasa keadilan wajib pajak, tetapi juga karena membuka jalan bagi tafsir berbahaya bahwa “aturan prosedural bisa diabaikan selama tujuannya dianggap benar.”
Ini bukan hanya preseden buruk ini adalah ancaman langsung terhadap karakter negara hukum. Bila hukum bisa dinegosiasikan atas nama kinerja atau penerimaan negara, maka kita sedang bergeser dari Rechtsstaat (negara hukum) menuju Taxstaat, bahkan Machtstaat.
Pelayan Publik yang Melawan Hukum Bukan Lagi Pelayan Rakyat
Konstitusi Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (3) menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Pasal 23A menambahkan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.”
Maka, ketika ada pejabat pajak yang menyusun, melaksanakan, atau membela pemeriksaan pajak di luar ketentuan hukum yang sah, lalu pengadilan membenarkannya, ini bukan sekadar maladministrasi ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat konstitusi.
Pelayan publik yang menyusahkan rakyat, apalagi lewat cara-cara melawan hukum, sejatinya adalah pengkhianat amanah konstitusi.
Suara Ombudsman, Praktisi, dan Akademisi: Hukum Tak Boleh Dibelokkan
Dalam seminar tersebut, berbagai ahli menegaskan posisi yang sama:
1. Yeka Hendra Fatika dari Ombudsman RI menyebut bahwa pemeriksaan pajak yang melewati batas waktu adalah maladministrasi.
2. Dr. Richard Burton menegaskan bahwa Mahkamah Agung keliru dan telah mencederai due process of law.
3. Prof. Gilbert Rely mempertanyakan apakah batas waktu hanya sekadar indikator kinerja pegawai DJP.
4. Dr. Alessandro Rey memperingatkan lahirnya negara Taxstaat, tempat penerimaan pajak mengalahkan prinsip keadilan hukum.
IWPI: Saatnya Rakyat Mendapat Perlindungan Penuh
Sebagai Ketua Umum IWPI, saya menegaskan:
SKP yang lahir dari proses yang cacat prosedur, melewati batas waktu tanpa pemberitahuan perpanjangan, wajib dinyatakan batal demi hukum.
Pemeriksaan pajak adalah proses hukum, bukan proses administratif internal yang bisa dipermainkan.
Kami mendesak Pemerintah, Mahkamah Agung, dan seluruh pemangku kebijakan perpajakan agar kembali berpijak pada prinsip dasar negara hukum. Negara yang mengutamakan keadilan dan prosedur, bukan sekadar penerimaan dan target.
Penutup: Saatnya Kita Memperbaiki Akar Sistem
Kerusakan seperti ini tidak terjadi tiba-tiba. Ini adalah hasil dari sistem ketatanegaraan yang telah lama menyimpang dari semangat kedaulatan rakyat. Maka saya percaya, jika kita ingin memulihkan kepercayaan publik, maka yang harus dibenahi bukan hanya regulasi, tapi sistem ketatanegaraan itu sendiri.
Negara ini milik rakyat, bukan milik birokrasi. Pajak adalah alat untuk membangun kesejahteraan, bukan alat menindas yang legalistik.
💬 Jika pelayan publik tetap membiarkan rakyat tersesat dalam sistem pajak yang tidak adil, maka sesungguhnya merekalah yang paling layak dipertanyakan kesetiaan dan kelayakannya kepada republik ini.