beritax.id – Partai Buruh mengungkap pertemuannya dengan pimpinan DPR RI dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan. Mereka menyebut, draf RUU tersebut akan mengatur larangan outsourcing serta memperkuat perlindungan bagi pekerja digital. Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli, memastikan rancangan tersebut mengakomodasi kepentingan seluruh buruh, termasuk pekerja digital dan pelaku UMKM. Ia menyebut DPR mendukung putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 yang menetapkan RUU ini sebagai undang-undang baru, bukan revisi atau perubahan.
Kritik Partai X: Regulasi Tak Cukup Jika Negara Lalai Melayani Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai pernyataan Partai Buruh perlu diimbangi dengan kesadaran mendasar tentang fungsi negara. Menurutnya, negara tidak cukup hanya membuat regulasi, tetapi harus memastikan rakyat benar-benar mendapat pekerjaan, bukan sekadar janji perlindungan.
“Negara punya tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau tiga ini gagal, rakyat hanya dapat janji, bukan kesejahteraan,” tegas Rinto.
Ia menilai, isu outsourcing dan perlindungan digital hanya akan menjadi retorika kekuasaan jika negara tidak hadir sebagai pelayan rakyat.
Prinsip Partai X: Negara Bukan Alat Kekuasaan, Pemerintah Adalah Pelayan Rakyat
Partai X menegaskan bahwa pemerintah bukanlah pejabat atau pemegang kekuasaan, melainkan pelayan rakyat. Rakyat adalah pemilik kedaulatan, sedangkan pemerintah hanyalah tenaga kerja rakyat yang wajib bekerja secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan serta kesejahteraan. Negara, menurut Partai X, harus berdiri di atas tiga unsur: wilayah, rakyat, dan pemerintah. Ketiganya harus berjalan dalam harmoni demi kemakmuran bersama. Kebijakan ketenagakerjaan yang berpihak hanya pada regulasi tanpa implementasi berarti mengabaikan makna sejati dari pemerintahan yang melayani. Rinto mengingatkan, tanpa pemahaman itu, undang-undang buruh akan menjadi sekadar teks tanpa jiwa.
Analogi Partai X: Presiden dan Pemerintah Bukan Pemilik Bus
Dalam analogi Partai X, negara ibarat bus yang membawa seluruh rakyat menuju tujuan kesejahteraan. Rakyat adalah pemilik bus, pemerintah adalah sopir yang bertugas mengantarkan penumpang ke tujuan yang ditentukan rakyat. Jika sopir ugal-ugalan, abai pada arah, atau berhenti di tempat yang salah, rakyat berhak menegur bahkan menggantinya. Begitu pula dalam konteks ketenagakerjaan. Pemerintah harus memastikan seluruh kebijakan benar-benar membawa rakyat menuju kesejahteraan nyata, bukan sekadar janji yang meninabobokan.
Solusi Partai X: Arah Baru Kebijakan Ketenagakerjaan Nasional
Partai X menawarkan solusi konkret agar kebijakan ketenagakerjaan tidak hanya berbentuk janji. Pertama, Musyawarah Kenegarawanan Nasional harus digelar melibatkan kaum intelektual, agama, budaya, serta aparat negara untuk menyusun ulang desain ketenagakerjaan yang adil dan manusiawi. Kedua, pemisahan tegas antara negara dan pemerintah agar kebijakan tenaga kerja tidak dikendalikan kepentingan partai atau rezim tertentu. Ketiga, reformasi hukum berbasis kepakaran untuk menjamin hak buruh tanpa korupsi dalam implementasi kebijakan. Keempat, transformasi birokrasi digital guna memangkas korupsi dalam rekrutmen dan pengawasan ketenagakerjaan. Kelima, pendidikan moral dan berbasis Pancasila di sekolah dan dunia kerja agar generasi pekerja memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara.
Rinto menekankan, solusi ini harus diimplementasikan sebagai wujud nyata keberpihakan negara pada rakyat pekerja, bukan pada pejabat ekonomi.
Penutup: Negara Harus Menyediakan Pekerjaan, Bukan Sekadar Wacana
Partai X menilai kebijakan ketenagakerjaan sejati harus memastikan setiap rakyat memiliki akses pada pekerjaan layak dan berkeadilan. Larangan outsourcing tanpa kejelasan lapangan kerja baru hanya akan menciptakan ketidakpastian baru bagi buruh. Negara harus berani keluar dari simbolik dan kembali pada tugas dasarnya melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil. Sebagaimana ditegaskan Partai X, negara bukan rezim, dan rezim bukan negara. Karena itu, rakyat membutuhkan tindakan nyata, bukan janji yang terus diulang tanpa hasil.