beritax.id – Badan Pengkajian MPR RI memulai tahapan penting perumusan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui dua tim perumus. Ketua Badan Pengkajian MPR RI Andreas Hugo Pareira menyebut dokumen awal berisi kompilasi pendapat pakar telah diberikan sebagai bahan kerja.
Materi yang dibahas berasal dari hasil FGD dan uji sahih, dengan harapan perumusan rampung pada 21 Juli 2025. Targetnya adalah pembahasan dalam rapat gabungan dan paripurna MPR untuk melahirkan bentuk hukum tetap PPHN, baik berupa Ketetapan MPR, Undang-Undang, atau naskah konstitusi.
Kritik untuk MPR: Produk Mahal, Bukan Solusi Rakyat
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menyampaikan kritik tajam terhadap proses perumusan PPHN. Menurutnya, rakyat justru tak melihat urgensi PPHN di tengah harga sembako naik dan layanan dasar memburuk.
“Pejabat sibuk rumuskan kerangka negara, sementara rakyat kesulitan beli beras dan mengakses puskesmas,” tegasnya dalam pernyataan resminya di Jakarta.
Partai X mempertanyakan prioritas negara yang tampaknya lebih peduli pada formalitas hukum daripada realitas penderitaan warga.
Partai X mendesak agar proses perumusan PPHN tidak mengulang kesalahan perencanaan masa lalu. PPHN harus menjiwai kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar formulasi normatif pejabat.
Menurut Partai X, prinsip negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Segala bentuk produk hukum strategis wajib diturunkan dari penderitaan, harapan, dan aspirasi rakyat yang paling bawah.
“Kalau PPHN hanya jadi lembar dokumen megah tanpa menyentuh nelayan, petani, buruh, dan guru honorer, maka itu pengkhianatan,” tegas Rinto.
Solusi Partai X: Narasi Harus Dimulai dari Kampung
Partai X mengusulkan agar pembahasan PPHN dibuka secara partisipatif. Seluruh perumus wajib mendengar langsung suara warga, melalui audiensi desa dan pertemuan komunitas.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X telah membentuk kader kebangsaan yang dilatih merumuskan hukum berbasis nilai kerakyatan. Hal ini dilakukan agar produk hukum tak hanya sah secara konstitusi, tapi juga hidup di ruang harian rakyat.
PPHN harus menjadi arah kebijakan pembangunan lintas rezim, tapi bukan untuk melanggengkan kekuasaan. Ia harus berpihak kepada kaum lemah, memperkuat ketahanan sosial, dan menciptakan lapangan kerja bermartabat.
Partai X menyerukan kepada Pimpinan MPR dan DPR agar menjamin proses perumusan PPHN bersih dari muatan kekuasaan jangka pendek. Rakyat tidak butuh jargon panjang, tapi perlindungan nyata atas hidup mereka yang makin berat.
Rinto menegaskan, “Kalau PPHN gagal menyentuh rakyat, maka itu hanya jadi hiasan konstitusi. Indah tapi tak berguna.”