beritax.id – Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPR RI dan DPD RI dari Papua (FOR Papua MPR) menyerukan penghentian pendekatan bersenjata di Papua. Seruan ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai dalam keterangan pers di Kompleks Parlemen, Selasa (28/5/2025). Yorrys menilai pengerahan aparat TNI dan Polri sejauh ini tidak berdampak signifikan dalam meredam konflik.
Bahkan, situasi terus menimbulkan korban jiwa dari berbagai pihak. Ia menegaskan bahwa pendekatan keamanan bukan solusi untuk masalah kompleks di Papua yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Masalah pengerahan Papua, kata Yorrys, bukan semata urusan pembangunan atau ekonomi. Masalah ini terkait sejarah dan relasi sosial antara negara dan rakyat Papua. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah pusat mengevaluasi total pendekatan yang selama ini diterapkan.
Partai X: Jangan Reproduksi Kekerasan Negara Atas Nama Keamanan
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan dukungan atas permintaan evaluasi dari FOR Papua MPR. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan menguasai rakyat, melainkan melindungi, melayani, dan mengatur secara adil.
Menurut Rinto, kekerasan bersenjata yang terus terjadi adalah bentuk kegagalan struktural dalam membangun keadilan di Papua.
“Negara tidak boleh menempatkan rakyatnya sebagai musuh, apalagi jika mereka hanya menuntut pengakuan dan keadilan,” ujarnya.
Partai X menilai bahwa konflik di Papua telah direduksi menjadi persoalan pengerahan keamanan, padahal substansinya adalah ketimpangan hak, diskriminasi sistemik, dan hilangnya rasa percaya warga terhadap negara. Senjata hanya memperluas luka, bukan menyelesaikan persoalan.
Kritik atas Dominasi Aparat: Di Mana Kehadiran Sipil dan Dialog?
Partai X mengecam praktik militerisasi yang semakin menjauhkan Papua dari peradaban demokrasi. Dalam situasi konflik, negara seharusnya menjadi jembatan, bukan benteng represif.
“Papua butuh pengakuan, bukan penaklukan. Pemerintah harus berpindah dari strategi penjagaan menuju pendekatan kemanusiaan dan rekonsiliasi,” tegas Rinto.
Ia menyoroti pentingnya keterlibatan sipil, tokoh adat, gereja, dan aktivis lokal untuk memediasi krisis. Tanpa ruang dialog dan rekonsiliasi yang jujur, kebijakan apa pun hanya akan memperpanjang derita rakyat Papua.
Solusi Partai X: Pendidikan Damai dan Kepemimpinan Moral untuk Papua
Sebagai solusi, Partai X mengusulkan pembentukan Komisi Keadilan dan Kebenaran untuk Papua. Komisi ini akan menyelidiki pelanggaran HAM, menyuarakan hak korban, dan merumuskan jalan damai yang berbasis nilai-nilai Pancasila dan keadilan sosial.
Selain itu, Papua harus menjadi prioritas dalam program Sekolah Negarawan. Generasi muda Papua perlu dilatih menjadi pemimpin berbasis moral, empati, dan nalar kebangsaan yang kuatbukan hanya sasaran proyek dan pengamanan.
Rinto menegaskan, “Damai bukan disediakan oleh kekuasaan, tapi dibangun bersama oleh keberanian dan empati negara.”
Partai X menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto bersikap terbuka dan berani memulai babak baru penanganan Papua yang berbasis keadilan restoratif. Evaluasi aparat penting, tapi lebih penting lagi adalah perubahan paradigma dalam melihat rakyat Papua sebagai subjek, bukan objek kebijakan.
“Papua tidak minta dikasihani, mereka hanya minta didengarkan dan dihargai sebagai sesama warga bangsa,” tutup Rinto dengan mengutip prinsip Partai X bahwa negara tidak boleh hadir sebagai pemilik rakyat, tapi sebagai pengayom keadilan dan martabat setiap insan.