beritax.id – Menteri PANRB Rini Widyantini menyampaikan bahwa reformasi birokrasi (RB) bukan sekadar urusan administrasi, tapi panggilan moral. Dalam Kick Off Reformasi Birokrasi Kementerian Agama 2025–2029, Rini menegaskan birokrasi adalah bentuk ibadah melalui pelayanan publik yang berintegritas.
Ia menyebut reformasi birokrasi harus berdampak konkret, partisipatif, menghargai keberagaman, dan berkelanjutan. Sementara itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menjanjikan digitalisasi layanan untuk efisiensi birokrasi terbesar di Indonesia.
Partai X: Ibadah Itu Mengorbankan Diri, Bukan Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X Diana Isnaini menilai narasi ‘ibadah birokrasi’ tak sejalan dengan realitas lapangan. Ia mempertanyakan, jika birokrasi adalah ibadah, mengapa rakyat masih menjadi pihak yang paling dirugikan?
“Jangan gunakan istilah ibadah untuk menutupi fakta menyakitkan: layanan publik masih lambat, birokrasi masih transaksional,” tegas Diana.
Ia menegaskan, pelayanan publik yang buruk bukan hanya kegagalan teknis, tapi juga bentuk pelanggaran terhadap mandat konstitusi.
Prinsip Partai X menegaskan, pemerintah wajib melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan adil.
Reformasi birokrasi bukan tentang indeks atau aplikasi digital, tapi soal perubahan nyata yang dirasakan rakyat kecil. Selama ini, laporan reformasi birokrasi lebih sibuk mengejar predikat, bukan keberpihakan. Digitalisasi sering menjadi kamuflase atas pelayanan publik yang tetap tertutup dan lamban.
Solusi Partai X: Birokrasi Berdiri di Atas Empati dan Akses
Partai X menawarkan solusi: reformasi birokrasi berbasis empati dan akses rakyat.
Pertama, pemerintah harus membuka mekanisme pengawasan rakyat dalam evaluasi layanan publik.
Kedua, setiap unit layanan harus memiliki indikator keberpihakan sosial, bukan hanya output administratif.
Ketiga, birokrasi harus dipotong dari hulu. Jabatan tidak boleh diwariskan atau ditukar melalui transaksional.
Sekolah Negarawan: Cetak Birokrat Pelayan, Bukan Penguasa
Partai X melalui Sekolah Negarawan mendorong lahirnya pemimpin birokrasi yang menjadikan pelayanan sebagai jalan perjuangan, bukan pencitraan. Mereka yang belajar di Sekolah Negarawan akan dilatih untuk mengukur kebijakan dari perspektif rakyat, bukan penguasa.
Pelatihan difokuskan pada prinsip dasar: rakyat harus merasa dimanusiakan dalam setiap layanan publik.
Bagi Partai X, birokrasi baru akan menjadi ibadah jika rakyat merasa dilayani, bukan dilukai. Jika rakyat justru merasa dipersulit, maka ibadah itu berubah menjadi pelanggaran moral.
Reformasi birokrasi harus turun dari langit konsep ke tanah realita. Jangan hanya menyebut ibadah dari podium, tapi buktikan melalui pelayanan yang jujur, cepat, dan berkeadilan.
Partai X mengajak publik untuk tidak hanya mengawasi, tapi juga turut aktif menyuarakan aspirasi agar birokrasi benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada sistem skor dan nilai indeks semata.