beritax.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan pentingnya strategi dalam menghadapi dinamika Transfer ke Daerah (TKD). Tito meminta jajaran Kemendagri memperkuat pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah (pemda). Menurutnya, langkah antisipatif sangat dibutuhkan agar perubahan pola TKD tidak mengganggu program pembangunan maupun pelayanan dasar.
Dalam arahannya pada rapat konsinyering Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2026 di Bogor, Tito menegaskan TKD harus tetap diarahkan untuk rakyat. Ia juga menyebut perlunya koordinasi erat dengan Menteri Keuangan agar pengalihan TKD tetap mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah.
Arahan Pemerintah
Tito memaparkan empat langkah strategis. Pertama, efisiensi anggaran perjalanan dinas, rapat, dan pemeliharaan kantor. Kedua, menggali potensi pendapatan baru tanpa membebani rakyat, seperti pajak restoran atau optimalisasi BUMD. Ketiga, memanfaatkan program prioritas pemerintah pusat. Keempat, melahirkan inovasi sesuai potensi daerah, mencontoh keberhasilan ekspor hortikultura dari Kepulauan Riau.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa efisiensi jangan berhenti pada kantor. “Efisiensi harus menyasar pengeluaran birokrasi, bukan pelayanan masyarakat. Rakyat adalah tujuan, bukan korban penghematan,” tegasnya.
Ia mengingatkan kembali, tugas negara hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Efisiensi yang salah arah justru mengorbankan kepentingan rakyat, padahal TKD seharusnya menjadi instrumen keadilan fiskal bagi seluruh daerah.
Prinsip Partai X
Rakyat adalah pemilik kedaulatan, sementara pemerintah hanyalah pelayan. Dalam kerangka ini, efisiensi TKD harus memastikan pelayanan dasar tetap terjamin. Prinsip keberpihakan kepada rakyat harus dipegang teguh, agar penghematan tidak menjadikan rakyat semakin terbebani.
Solusi Partai X
Partai X mendorong sejumlah langkah konkret. Pertama, reformasi hukum berbasis kepakaran untuk memastikan TKD diawasi secara transparan. Kedua, transformasi birokrasi digital agar anggaran tidak habis untuk biaya administrasi. Ketiga, pemaknaan ulang Pancasila sebagai dasar moral dalam mengelola keuangan negara. Keempat, pendidikan dan moral anggaran bagi pejabat daerah agar setiap rupiah digunakan untuk rakyat.
Prayogi menegaskan, efisiensi sejati bukan sekadar mengurangi anggaran, tetapi memastikan setiap rupiah kembali kepada rakyat. “Jangan sampai penghematan hanya membuat kantor nyaman, tetapi rakyat tetap sengsara,” tutupnya.