beritax.id – Anggota Komisi I DPR, Junico Siahaan, mendesak Kementerian Luar Negeri memberikan pendampingan maksimal terhadap WNI yang ditahan di Amerika Serikat. Mahasiswa Indonesia, Aditya Harsono Wicaksono, ditangkap di Minnesota pada 27 Maret 2025.
Aditya ditahan oleh Immigration and Customs Enforcement (ICE) setelah visanya dicabut secara tiba-tiba. Ia dituduh terlibat demonstrasi terkait gerakan Black Lives Matter pada 2021.
Nico Siahaan menegaskan perlindungan terhadap Aditya mencerminkan keseriusan negara membela warganya. “Ini menyangkut muruah negara, bukan sekadar bantuan hukum biasa,” ujarnya.
Ia meminta Kemlu dan KJRI Chicago hadir aktif hingga Aditya memperoleh keadilan. Selain itu, DPR mendesak agar posisi Duta Besar RI untuk AS yang kosong segera diisi demi efektivitas diplomasi.
Partai X: Negara Datang Terlambat Lagi, Padahal Nyawa Warganya Dipertaruhkan
Menanggapi kasus ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyayangkan lambannya reaksi pemerintah. “Kalau bukan sudah viral dan dipanggil DPR, bisa jadi kasus Aditya seorang mahasiswa tidak terdengar,” ujarnya.
Rinto menekankan tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau urusan perlindungan saja telat, bagaimana mau bicara tentang kedaulatan dan reputasi global?” tambahnya.
Partai X menegaskan, negara harus selalu proaktif dalam menjaga keselamatan warganya, termasuk di luar negeri. “Kita bukan negara kecil yang harus menunggu aba-aba dari negara lain untuk bertindak,” tegas Rinto.
Menurutnya, prinsip perlindungan warga negara harus sejalan dengan mandat konstitusi dan tidak tergantung pada tekanan elit atau opini publik sesaat.
Partai X Desak Reformasi Diplomasi: Harus Progresif, Responsif, dan Berbasis Kemanusiaan
Partai X mendorong diplomasi Indonesia lebih manusiawi dan progresif, bukan sekadar formalitas bilateral. Rinto menyarankan agar sistem pelaporan dan respon perlindungan WNI di luar negeri diperkuat berbasis teknologi dan respons cepat.
“WNI bukan cuma statistik diaspora, mereka manusia yang punya hak,” katanya. Ia juga menuntut evaluasi total terhadap peran perwakilan RI di luar negeri agar tidak hanya berfungsi simbolik.
Ketika negara hadir terlalu lambat, kepercayaan publik pun ikut memudar. Jika perlindungan WNI hanya bergerak saat viral, maka mandat konstitusi telah direduksi jadi gimmick diplomasi. Sudah waktunya negara hadir lebih awal, bukan terakhir.