beritax.id – Presiden Prabowo Subianto dikabarkan menunjuk Letjen TNI Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Penunjukan tersebut disampaikan Deputi Kemenko Marves, Bimo Wijayanto, usai pertemuan bersama Presiden di Istana, Selasa (20/5/2025).
Bimo menyebut bahwa Presiden memberi mandat kepada Djaka Budi untuk memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara. Namun penunjukan ini memunculkan pertanyaan hukum karena Djaka Budi masih tercatat sebagai prajurit aktif TNI.
UU TNI Jelas Melarang Prajurit Aktif Menjabat di Kemenkeu
Pasal 47 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI menyatakan, prajurit aktif hanya boleh mengisi jabatan sipil setelah pensiun. Jabatan Dirjen Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan tidak termasuk dalam 14 lembaga yang diperbolehkan diisi oleh militer aktif.
Pengamat militer dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, menegaskan bahwa Djaka harus pensiun dini jika ingin menempati jabatan tersebut. Jika tidak, maka penunjukan itu melanggar aturan dan konstitusi.
Partai X: UU Dilanggar Secara Terang-terangan, Negara Diam Demi Loyalitas Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengecam keras pelanggaran hukum yang dilakukan secara terang-terangan ini. Ia menyebut bahwa jabatan publik tidak boleh dijadikan hadiah loyalitas, apalagi dengan melanggar undang-undang yang masih berlaku.
“Jabatan ganda itu jelas melanggar hukum. Tapi negara memilih diam demi kuasa dan stabilitas semu,” ujar Rinto. Ia menilai, pembiaran seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip negara hukum dan akuntabilitas jabatan publik.
Rinto mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan mengatur ulang hukum demi memperkuat posisi pejabat. Pemerintah seharusnya menjadi pelindung aturan, bukan pelanggar diam-diam.
Ia juga menekankan bahwa membenahi perpajakan tidak bisa dilakukan oleh sosok bermasalah secara administratif. Jika negara ingin akuntabilitas, maka pemimpin
Partai X menegaskan bahwa pemerintah bukan pemilik hukum. Pemerintah hanyalah pelayan rakyat yang diberi mandat untuk menjalankan negara secara efektif, efisien, dan transparan. Ketika hukum mulai ditafsirkan sesuka kekuasaan, maka negara tidak lagi berfungsi untuk rakyat.
Negara adalah kendaraan milik rakyat. Pemerintah hanyalah sopir. Bila sopir melanggar rambu, maka rakyat wajib mengambil kembali kemudi.
Solusi Partai X: Tegakkan Hukum, Hentikan Jabatan Titipan
Partai X menawarkan solusi sistemik untuk mengakhiri praktik penunjukan bermasalah dan jabatan yang melanggar hukum:
- Tegakkan UU TNI tanpa kompromi, terutama pada jabatan sipil yang tidak diperbolehkan.
- Audit transparan seluruh pengangkatan pejabat publik lintas kementerian dan lembaga.
- Bentuk Dewan Kedaulatan Rakyat adhoc untuk mengawasi penempatan jabatan strategis negara.
- Pisahkan secara tegas antara jabatan sipil dan militer aktif, demi menjaga netralitas birokrasi.
- Revisi sistem rekrutmen jabatan tinggi agar berbasis kompetensi, bukan afiliasi kekuasaan.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin yang Patuh Hukum dan Tak Gila Jabatan
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X menyiapkan generasi pemimpin yang mematuhi konstitusi, bukan tunduk pada kekuasaan. Mereka dilatih memahami batas peran dan memiliki integritas sebagai pondasi utama dalam menjalankan tugas negara.
“Negarawan itu bukan soal pangkat, tapi soal kesetiaan pada hukum dan keberanian berkata tidak pada penyimpangan,” tegas Rinto.
Partai X menegaskan bahwa hukum bukan untuk ditawar, apalagi diabaikan. Jika pemerintah membiarkan pelanggaran demi stabilitas kekuasaan, maka rakyat wajib bangkit dan menuntut kejelasan: negara ini untuk siapa, dan hukum ini untuk siapa?