beritax.id – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah resmi menggantikan Program Guru Penggerak (PGP) dengan Program Kepemimpinan Sekolah. Program baru ini diumumkan oleh Dirjen Guru Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (GTKPG), Nunuk Suryani.
Program ini mencabut dua regulasi sebelumnya, termasuk Keputusan Menteri Nomor 14/M/2025 yang menghapus Program Guru Penggerak sejak 18 Maret 2025. Tujuan program ini untuk melatih guru menjadi kepala sekolah yang berfokus pada kepemimpinan digital dan pembelajaran mendalam.
Program ini diatur dalam Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025. Dalam aturan ini, semua guru kini bisa mengikuti seleksi kepala sekolah. Sertifikat Guru Penggerak tidak lagi menjadi syarat formal sebagaimana aturan sebelumnya.
Kemendikdasmen menegaskan, pelatihan calon kepala sekolah kini lebih mengedepankan pemanfaatan teknologi seperti coding dan kecerdasan buatan. Tujuannya agar kepemimpinan sekolah lebih adaptif dan transformatif di era digital.
Partai X: Kepemimpinan Tak Bisa Lahir dari Kurikulum yang Salah Arah
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra, menyatakan kritik tegas. “Kepemimpinan tidak lahir dari pelatihan sesaat. Ia lahir dari sistem nilai dan keberpihakan,” ujarnya.
Menurutnya, selama pendidikan masih menjadi proyek kebijakan, bukan proses pemanusiaan, maka hasilnya tetap gagal. “Kepala sekolah bukan manajer digital. Ia pemimpin peradaban,” tegas Prayogi.
Partai X menegaskan bahwa tugas pemerintah dalam pendidikan bukan hanya menyiapkan pemimpin administratif.
Pemerintah wajib melindungi rakyat, melayani kebutuhan mendasar, dan mengatur pendidikan secara adil dan substantif.
“Kalau guru hanya dipersiapkan jadi administrator, maka sekolah berubah jadi pabrik bukan rumah pembelajaran,” tambahnya. Menurut Partai X, pendidikan harus berpihak pada rakyat, bukan pada proyek sertifikasi dan jabatan.
Solusi Partai X: Bangun Kepemimpinan dari Nilai, Bukan dari Simulasi
Partai X menyampaikan lima solusi konkret reformasi kepemimpinan pendidikan:
- Revisi kurikulum pendidikan kepala sekolah agar berbasis karakter, bukan modul karier.
- Integrasi pendidikan kebangsaan dan Pancasila ke dalam pelatihan struktural.
- Seleksi kepala sekolah berbasis rekam jejak etika, bukan sekadar skor digital.
- Audit total penggunaan teknologi pendidikan agar tidak sekadar jargon.
- Kembalikan fungsi kepala sekolah sebagai pembina moral dan sosial komunitas.
Sekolah Negarawan: Cetak Kepala Sekolah Sebagai Penjaga Peradaban
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X membina kader pendidikan yang memahami hakikat kepemimpinan sebagai pengabdian, bukan kedudukan. Di sini, guru diajarkan menjadi pemimpin yang memanusiakan peserta didik.
Sekolah Negarawan mencetak kepala sekolah yang tak hanya menguasai teknologi, tapi mampu menanamkan Pancasila dan membangun ekosistem sekolah yang adil, merdeka, dan membebaskan dari ketertinggalan berpikir.
Prayogi menutup dengan pesan jelas. “Negara harus menyiapkan kepala sekolah sebagai penjaga masa depan, bukan penjaga spreadsheet anggaran.” Ia menegaskan, kepemimpinan sejati lahir dari kedalaman nilai, bukan dari cepatnya pelatihan.