beritax.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan berpangkal dari adanya penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang bekerja sama dengan pihak lain. Penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan narasi yang beredar bahwa uang senilai hampir Rp100 miliar yang dikembalikan bukan kerugian negara, melainkan uang jemaah.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, penyalahgunaan tersebut bermula dari pembagian kuota haji tambahan yang tidak sesuai ketentuan. Sehingga kuota reguler berkurang dan kuota haji khusus bertambah secara signifikan.
“Kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK bermula dari diskresi pembagian kuota itu,” ujarnya, Rabu (8/10).
KPK menemukan adanya aliran dana dari penyelenggara haji khusus kepada oknum di Kementerian Agama, dengan modus “uang percepatan”. Agar calon jemaah bisa berangkat tanpa antrean. Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp1 triliun lebih, dan penelusuran aliran dana terus dilakukan bersama PPATK dan BPK.
Partai X: Kerugian Negara Sama Saja Kerugian Rakyat
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa kasus korupsi haji bukan sekadar soal kerugian negara. Melainkan juga bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Tugas negara itu tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau kuota haji diselewengkan, berarti rakyat ditinggalkan,” ujar Rinto.
Ia menilai praktik penyelewengan kuota haji mencederai kepercayaan publik dan merusak makna ibadah suci. “Korupsi di sektor haji bukan hanya kejahatan administrasi, tapi kejahatan moral terhadap umat,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Itu Pelayan, Bukan Penguasa
Dalam Prinsip Partai X, pemerintah hanyalah sebagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara, sementara pejabat hanyalah pelayan rakyat bukan penguasa. Karena itu, ketika pejabat menyalahgunakan wewenang, sejatinya mereka telah mengkhianati amanah rakyat.
Partai X menegaskan bahwa praktik korupsi, manipulasi kekuasaan, dan penyelewengan dana publik adalah bukti bahwa nilai-nilai Pancasila belum dijalankan secara utuh dalam penyelenggaraan negara.
“Pemerintah seharusnya mengatur dengan nurani, bukan dengan kepentingan,” ujar Rinto.
Solusi Partai X: Bersihkan Ibadah dari Korupsi, Bersihkan Negara dari Pengkhianatan
Partai X menawarkan langkah konkret agar praktik korupsi seperti dalam kasus kuota haji tidak terulang:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran.
- Transformasi birokrasi digital.
- Musyawarah kenegarawanan nasional.
- Pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional.
- Pemisahan jelas antara negara dan pemerintah.
Partai X menegaskan bahwa setiap rupiah dana haji adalah amanah rakyat yang suci. Ketika uang itu diselewengkan, bukan hanya hukum yang dilanggar, tapi juga moral bangsa.
“Negara harus hadir untuk melindungi ibadah rakyat, bukan menjadikannya ladang keuntungan,” tegas Rinto.
Menurut Partai X, keberhasilan reformasi bukan diukur dari banyaknya kasus yang diungkap. Melainkan dari seberapa adil dan manusiawi negara melayani rakyatnya.
“Korupsi haji ini seharusnya menjadi refleksi nasional, apakah negara masih berpihak pada rakyat, atau hanya pada para pelaku kekuasaan.”