beritax.id — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengonfirmasi keterlibatan aktif mereka di Distrik Sugapa dan Hitadipa, Intan Jaya, Papua Tengah. Langkah ini diambil setelah muncul laporan insiden bersenjata yang menimbulkan korban jiwa dan pengungsian warga sipil.
Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing menyatakan bahwa belum ada laporan resmi masuk. Namun, pihaknya telah mengirim tim ke lapangan untuk mengumpulkan data dan memastikan kebenaran insiden tersebut.
Komnas HAM menegaskan pentingnya perlindungan masyarakat sipil dan menekankan perlunya dialog dalam menangani konflik bersenjata yang kerap terjadi di daerah Papua.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyebutkan bahwa operasi militer di Intan Jaya telah menyebabkan tiga warga sipil meninggal dunia. Selain itu, seorang ibu dan anak dilaporkan menjadi korban luka tembak.
Kritik Partai X: Aktif Itu Harus Sebelum Korban, Bukan Sesudah Luka
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyayangkan sikap reaktif Komnas HAM. Ia menegaskan bahwa negara hadir bukan hanya untuk mencatat korban, tapi mencegahnya.
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Semua harus dilakukan serentak,” ujar Rinto.
Menurut Partai X, tangisan korban sipil di Papua adalah bukti lemahnya perlindungan negara. Tidak cukup hanya mengimbau dialog setelah darah tertumpah.
Partai X memegang teguh prinsip bahwa negara harus berdiri di pihak rakyat, bukan di atas panggung kekuasaan bersenjata. Negara tidak boleh diam saat masyarakat sipil menjadi korban.
Penegakan hukum, pembangunan, dan operasi keamanan harus tunduk pada prinsip hak asasi manusia dan akuntabilitas publik.
Papua bukan ladang eksperimen militer, dan rakyat Papua bukan obyek pengamanan, tetapi subyek kemanusiaan.
Solusi Partai X: Keamanan Bukan Peluru, Tapi Keadilan dan Keadaban
Sebagai bagian dari solusi penyembuhan bangsa, Partai X menegaskan:
- Bangun Sistem Penanganan Krisis Sipil Berbasis Kemanusiaan, bukan pendekatan militeristik.
- Bentuk Tim Kemanusiaan Independen yang melibatkan tokoh adat, agamawan, dan akademisi lokal.
- Dirikan Sekolah Negarawan untuk mencetak pemimpin daerah berwawasan HAM dan keadilan sosial.
- Dorong Dewan Kedaulatan Rakyat adhoc agar kebijakan Papua diambil dengan mendengar rakyat Papua sendiri.
Papua butuh keadilan, bukan laporan yang muncul hanya setelah jenazah ditandu dan warga mengungsi.