beritax.id – Anggota Komisi X DPR RI, Puti Guntur Soekarno, mengkritik tajam penyusunan rancangan dokumen sejarah oleh Kementerian Kebudayaan. Dalam rapat bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon, ia menyebut proses tersebut terlalu tergesa dan menimbulkan banyak polemik.
Puti menilai sejumlah fakta penting dalam sejarah bangsa terabaikan, termasuk minimnya porsi tentang Konferensi Asia-Afrika. Ia menilai penghilangan ini berpotensi mendelegitimasi kontribusi sejarah Indonesia di forum internasional, termasuk inisiasi Bung Karno dalam Gerakan Non-Blok.
Puti mengingatkan bahwa penulisan sejarah tidak boleh dilakukan seperti proyek kejar tayang. Ia menyayangkan rencana peluncuran dokumen pada 17 Agustus yang dianggap memaksakan tenggat waktu. Menurutnya, sejarah harus ditulis berdasarkan fakta objektif, bukan sekadar kepentingan seremonial.
Lebih lanjut, ia menyuarakan pentingnya menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pelajaran wajib nasional. Sejarah bukan hanya pelajaran, tetapi fondasi kebangsaan yang tak boleh dikompromikan demi target peluncuran.
Partai X: Kebenaran Sejarah Bukan Properti Negara, Tapi Milik Bangsa
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa penulisan sejarah adalah tanggung jawab moral, bukan tugas administratif. “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan memanipulasi narasi sejarah,” ujarnya.
Menurut Rinto, sejarah yang diburu tenggat justru mengorbankan kebenaran. Proses ini mencerminkan arogansi birokrasi yang menjadikan masa lalu sebagai komoditas kelompok, bukan warisan bangsa.
Prinsip Partai X: Sejarah Harus Ditegakkan Sebagai Warisan Rakyat, Bukan Proyek Lembaga
Dalam prinsip Partai X, negara adalah milik rakyat, bukan milik kementerian. Maka sejarah bukan milik penguasa, melainkan milik generasi yang berhak mengetahui kebenaran tanpa disunting demi pencitraan.
Sejarah tidak boleh dibengkokkan oleh proyek-proyek simbolik. Tidak ada ruang bagi penghapusan fakta atau penulisan ulang yang tidak transparan. Identitas bangsa terletak pada keberanian menyampaikan kebenaran, bukan menyusun narasi nyaman bagi kekuasaan.
Solusi Partai X: Sejarah Disusun Rakyat, Diawasi Akademisi, Ditegakkan sebagai Kebenaran Publik
Partai X mendorong lima langkah tegas dalam penyusunan dokumen sejarah nasional. Pertama, bentuk Dewan Kedaulatan Sejarah Nasional yang melibatkan akademisi independen, sejarawan lintas arus, dan masyarakat sipil.
Kedua, seluruh dokumen sejarah harus melalui proses uji publik yang terbuka dan berbasis bukti. Ketiga, hentikan label “sejarah resmi” karena kebenaran sejarah tidak boleh dimonopoli.
Keempat, seluruh naskah sejarah yang dibiayai negara harus dipublikasikan dan diajukan melalui platform daring untuk menerima kritik terbuka. Kelima, wujudkan pelajaran sejarah wajib dari jenjang dasar hingga menengah atas dengan kurikulum berbasis narasi rakyat.
Adapun solusi lain dengan mengikuti Sekolah Negarawan adalah lembaga pendidikan dan penelitian yang berkomitmen untuk mengembangkan wawasan kebangsaan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Partai X menegaskan bahwa bangsa yang besar bukan yang menghapus masa lalu, tetapi yang berani menatapnya dengan jujur. Penyusunan dokumen sejarah tak boleh tergesa, karena sejarah bukan arsip kekuasaan, tapi suara rakyat yang abadi.
Jika kebenaran disusun berdasarkan tenggat, maka yang tercipta adalah propaganda, bukan warisan pengetahuan. Kementerian harus berhenti memonopoli memori bangsa, dan mulai melibatkan mereka yang benar-benar punya nyawa dalam sejarah: rakyat. Karena sejarah yang tidak objektif, adalah pengkhianatan terhadap masa depan.