beritax.id – Dalam edisi ke-32 Tafsir Nadjibiyah, yang tayang Minggu malam (25/5/2025) pukul 20.00 WIB di kanal YouTube caknun.com, Partai X, dan Radius, gagasan tentang “Presiden AI” dibahas secara terbuka. Forum ini menggarisbawahi rasa putus asa rakyat terhadap aktor-aktor dalam sistem pemerintahan yang kian kehilangan kepercayaan publik.
Politikus, polisi, birokrat, hingga institusi pengadilan dinilai tidak lagi menjamin keadilan, pelayanan, dan kejujuran. Pendidikan pun dianggap gagal mencetak manusia berintegritas, malah melahirkan generasi korup, meski bergelar tinggi.
Presiden AI: Solusi atau Pengakuan Gagalnya Peradaban?
Gagasan Presiden AI muncul bukan dari semangat kemajuan, melainkan keputusasaan kolektif akibat pengkhianatan sistem. Estonia telah memulai eksperimen menggunakan AI di peradilan, khususnya kasus pelanggaran ringan, dengan efisiensi meningkat.
Pertanyaan yang mengemuka: Apakah Indonesia juga menuju ke arah yang sama karena manusia tak lagi dipercaya memimpin? Di tengah disrupsi teknologi dan runtuhnya kepercayaan, muncul harapan bahwa mesin lebih objektif, lebih bersih dari nafsu kekuasaan.
Partai X: Kepemimpinan Adalah Amanat, Bukan Algoritma
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada mesin. Menurutnya, tugas negara tetap tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat berdasarkan akal sehat dan nurani.
Partai X meyakini, teknologi seperti AI harus hadir sebagai alat bantu, bukan menggantikan hakikat manusia sebagai khalifah.
“Kalau AI harus mengambil alih, itu bukan kecanggihan. Itu pengakuan kegagalan manusia dan peradaban,” ujar Rinto.
Berdasarkan prinsip Partai X, politik harus dikembalikan pada kesadaran moral dan tanggung jawab etik, bukan hanya prosedural.
Kepemimpinan harus dijalani oleh manusia yang berpihak pada keadilan, bukan algoritma tanpa empati.
Solusi Partai X dimulai dari membangun Sekolah Negarawan untuk mencetak pemimpin yang berwawasan, berintegritas, dan berjiwa melayani. Kurikulumnya berbasis etika publik, prinsip kebangsaan, kesadaran ekologis, serta penguasaan teknologi secara bijaksana.
AI Tak Salah, Tapi Harus Ditempatkan Sesuai Takaran
Partai X menilai penggunaan AI sah-sah saja dalam mendukung pemerintahan yang transparan dan efisien. Namun, keputusan strategis negara tidak bisa diserahkan pada rumus matematika atau big data semata. Kepemimpinan harus kembali pada manusia: mereka yang mengabdi dengan nurani, bukan algoritma.
Jika Presiden AI jadi impian, itu tanda bahwa rakyat sudah terlalu sering dikhianati oleh presidennya sendiri. Rinto Setiyawan mengajak seluruh elemen bangsa merebut kembali hakikat kepemimpinan: mengabdi, bukan mengatur dari balik kepentingan.
“Kita tidak butuh pemimpin supercanggih, kita butuh pemimpin yang jujur dan peduli,” pungkasnya.