beritax.id – Dalam setiap kesempatan, rakyat selalu diimbau untuk taat pada aturan, disiplin, dan patuh pada kebijakan negara. Namun seruan itu terdengar hampa ketika perilaku sebagian pejabat justru jauh dari nilai yang mereka tuntut dari publik. Di berbagai kasus, rakyat melihat bagaimana aturan dilanggar, kebijakan diputarbalikkan, dan amanah publik disalahgunakan tanpa rasa bersalah tetapi pemerintah lupa untuk layak ditiru.
Ketaatan yang dipaksakan dari bawah tidak akan pernah berhasil bila tidak dimulai dari atas.
Ketika Moral Publik Tergerus oleh Contoh yang Buruk
Rakyat belajar dari apa yang mereka lihat. Jika mereka melihat pejabat yang dengan mudah memanipulasi kewenangan, mengabaikan etika, atau menikmati privilese tanpa batas, maka rasa hormat terhadap hukum pun perlahan menghilang. Di sinilah masalah itu bermula: rasa percaya publik runtuh bukan karena rakyat tidak mau taat, tetapi karena teladan dari pemegang kekuasaan tidak pernah terlihat. Kepercayaan tidak bisa dibangun dengan pidato ia lahir dari integritas.
Kontradiksi Antara Seruan Taat dan Perilaku Pejabat
Warga diminta disiplin dalam mengurus administrasi, tetapi banyak pejabat bebas melanggar prosedur. Rakyat diwajibkan mematuhi hukum, tetapi proses penegakan hukum sering kali memperlihatkan standar ganda. Masalah disiplin, korupsi, konflik kepentingan, atau penyalahgunaan wewenang menjadi bukti bahwa sebagian pejabat tidak bersedia mematuhi prinsip yang sama dengan yang mereka tuntut dari masyarakat.
Bagaimana rakyat bisa mematuhi negara jika negara tidak menghormati dirinya sendiri?
Dampak Serius pada Legitimasi Negara
Ketika pemerintah tidak mampu menunjukkan keteladanan, dampaknya tidak hanya muncul dalam bentuk rendahnya kepatuhan rakyat. Lebih dari itu, negara kehilangan legitimasi moralnya. Rakyat mulai mempertanyakan keadilan, mempertanyakan kebijakan, bahkan mempertanyakan makna dari sebuah aturan.
Negara yang tidak dipercaya akan selalu bekerja dalam krisis krisis legitimasi, krisis moral, dan krisis efektivitas.
Republik Tidak Bisa Berdiri Tanpa Keteladanan
Republik dibangun di atas prinsip bahwa pemimpin adalah pelayan publik, bukan penguasa. Namun ketika perilaku pejabat justru berjarak dari nilai yang mereka serukan, maka prinsip itu berubah menjadi slogan kosong. Keutuhan negara tidak ditentukan oleh banyaknya aturan, tetapi oleh seberapa jujur dan tegas para pejabat menegakkan aturan itu pada dirinya sendiri.Kepemimpinan adalah tindakan, bukan perintah.
Solusi: Keteladanan Harus Dimulai dari Atas untuk Mengembalikan Kepercayaan Publik
Untuk memulihkan kepercayaan rakyat, negara harus memperbaiki dirinya sebelum menuntut rakyat untuk taat. Pertama, pejabat publik harus diwajibkan tunduk pada standar transparansi yang jelas, termasuk pelaporan aset, konflik kepentingan, dan proses pengambilan keputusan yang terbuka. Kedua, sistem pengawasan harus diperkuat agar pelanggaran yang dilakukan pejabat dapat ditindak tegas tanpa toleransi, memastikan bahwa posisi publik tidak menjadi tameng impunitas. Ketiga, budaya birokrasi harus dibangun di atas integritas, bukan hanya instruksi. Keteladanan dalam tindakan bukan retorika harus menjadi standar baru yang dijaga bersama.
Keempat, rakyat harus dilibatkan dalam pengawasan melalui kanal digital terbuka. Agar kontrol sosial menjadi lebih efektif dan mencegah penyimpangan sejak dini.
Dengan keteladanan dari pemegang kekuasaan, rakyat tidak akan lagi merasa bahwa ketaatan adalah beban, melainkan bagian dari kontrak sosial yang adil dan saling menghormati.
Rakyat pada dasarnya tidak menolak untuk taat. Yang mereka butuhkan adalah pemerintah yang pantas ditaati pemerintah yang memberi contoh, bukan sekadar memberi perintah.
Ketika pemerintah kembali layak ditiru, rakyat tidak perlu lagi dipaksa untuk taat. Mereka akan mengikuti karena mereka percaya.



