beritax.id — Sistem ketatanegaraan Indonesia kini berada dalam titik yang mengkhawatirkan. Banyak kebijakan negara berjalan tanpa arah moral dan kehilangan prinsip dasar konstitusi.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa rusaknya sistem ketatanegaraan bukan sekadar persoalan administrasi atau birokrasi, tetapi sudah menyentuh akar ideologis bangsa.
“Tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi sekarang, rakyat justru diatur tanpa dilayani,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/10).
Ketatanegaraan yang Jauh dari Arah Konstitusi
Prayogi menilai, praktik bernegara saat ini lebih mengedepankan kekuasaan daripada kepentingan rakyat. Kelembagaan negara kehilangan kesakralannya karena dijalankan tanpa akuntabilitas dan nurani publik.
“Kedaulatan rakyat seolah hanya berlaku saat pemilu. Setelah itu, rakyat dilupakan, sementara kekuasaan dijaga,” katanya.
Ia menyoroti lemahnya sistem checks and balances, yang menyebabkan pemerintah dan lembaga tinggi negara tidak saling mengoreksi. Padahal, keseimbangan kekuasaan adalah roh dari demokrasi konstitusional.
“Ketika pengawasan lumpuh, maka hukum kehilangan makna, dan negara berjalan tanpa arah moral,” tegasnya.
Generasi Z: Korban dari Sistem yang Gagal
Menurut Prayogi, generasi Z adalah kelompok yang paling dirugikan akibat rusaknya ketatanegaraan. Mereka tumbuh di tengah ketidakpastian pemerintahan, ekonomi, dan budaya, tanpa arah negara yang jelas.
“Generasi muda hari ini mewarisi sistem yang rapuh, bukan karena kurang cerdas, tetapi karena negara tidak hadir mendidik,” ujarnya.
Ia menilai, generasi Z dibombardir oleh budaya instan dan citra tanpa substansi. Sementara itu, negara gagal menciptakan ruang partisipasi yang sehat bagi mereka.
“Anak muda dibiarkan menjadi penonton dalam panggung kekuasaan, bukan pelaku dalam pembangunan bangsa,” kata Prayogi.
Penyimpangan Prinsip dalam Ketatanegaraan
Prayogi menegaskan, penyimpangan terjadi karena Pancasila tidak lagi menjadi dasar penyelenggaraan negara. Banyak keputusan diambil atas dasar kepentingan individu, bukan kesejahteraan rakyat. “Negara ini berdiri atas dasar gotong royong, bukan transaksi kepentingan,” ucapnya.
Ia menyoroti maraknya praktik uang, kolusi jabatan, serta ketergantungan pada utang luar negeri sebagai tanda lemahnya kedaulatan nasional. “Seluruh itu bukti bahwa sistem ketatanegaraan kita sudah kehilangan arah nilai,” lanjutnya.
Prinsip Partai X: Mengembalikan Kedaulatan ke Tangan Rakyat
Prayogi menegaskan, Partai X berpegang teguh pada prinsip bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan tertinggi. Negara harus menjadi pelayan rakyat, bukan sebaliknya. “Negara bukan rezim, dan pejabat bukan penguasa. Rakyat adalah raja, pejabat hanyalah pelayan,” ujarnya.
Partai X menilai, setiap kebijakan harus berpijak pada nilai Pancasila sebagai sistem operasional bangsa. Pancasila tidak boleh hanya dijadikan simbol, tetapi harus dihidupkan dalam setiap tindakan kenegaraan.
Solusi Partai X: Membangun Ulang Sistem dan Moral Kenegaraan
Sebagai jawaban atas krisis ketatanegaraan dan nasib generasi muda, Partai X menawarkan sejumlah solusi konkret:
- Reformasi kelembagaan berbasis akuntabilitas rakyat.
- Revitalisasi pendidikan kewarganegaraan.
- Transparansi kebijakan publik.
- Reformasi hukum yang berkeadilan.
- Digitalisasi pemerintahan yang inklusif.
Penutup: Menyelamatkan Masa Depan Bangsa
Partai X menegaskan bahwa masa depan bangsa bergantung pada keberanian mengoreksi arah ketatanegaraan hari ini. Generasi Z tidak boleh menjadi korban dari sistem yang gagal.
“Bangsa ini tidak boleh terus berjalan di atas fondasi yang retak. Negara harus kembali ke pangkuan rakyat,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan, negara kuat bukan karena pejabatnya banyak, tetapi karena rakyatnya berdaulat. “Kalau negara terus melupakan rakyatnya, maka generasi Z hanya akan mewarisi kehancuran, bukan harapan,” tutup Prayogi R. Saputra.



