beritax.id – Pemerintah sering mengklaim kebijakan ekonomi berpihak pada rakyat. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Keuntungan nasional justru mengalir deras ke meja para konglomerat. Sementara rakyat hanya kebagian pungutan dan beban.
Prayogi R Saputra, Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan ekonomi saat ini. “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya lugas. Sayangnya, pemerintah justru melayani kepentingan pemilik modal, bukan rakyat sebagai pemilik negara.
Rakyat Diperas, Konglomerat Diperasankan
Menurut Prayogi, skema ekonomi hari ini hanya memperkuat dominasi oligarki dan memperlemah posisi rakyat. Pajak terus dinaikkan. Harga bahan pokok melonjak. Namun, keuntungan perusahaan besar justru meningkat setiap tahun.
Ia mengutip kondisi negara sebagai perusahaan yang kehilangan pemilik sahnya. “Rakyat hanya diminta bayar pajak, tapi tak pernah dapat deviden dari keuntungan nasional,” tegasnya. Negara dikelola seperti korporasi pribadi, tapi rakyat dijadikan buruh tak bergaji.
Konstitusi Dirampas, Rakyat Dicoret dari Perusahaan Bernama Republik
Sejalan dengan Rinto Setiyawan, Prayogi menilai Amandemen Ketiga UUD 1945 adalah titik awal pengkhianatan terhadap rakyat. Dalam amandemen tersebut, kedaulatan rakyat digeser dari tangan rakyat ke tangan konstitusi. Bukan lagi dijalankan oleh MPR, tetapi oleh mekanisme yang justru menjauh dari rakyat.
“Kalau pemilik saham tidak bisa mengatur direksi, itu berarti pemiliknya sudah dicoret,” ujar Prayogi. Negara seharusnya tidak dijalankan oleh logika birokrasi teknokratik semata. Tapi oleh mandat rakyat yang sah.
Solusi Partai X: Rebut Kembali Kendali Ekonomi untuk Rakyat
Partai X menilai bahwa solusi fundamental adalah Amandemen Kelima UUD 1945. Tujuannya adalah mengembalikan kedaulatan ekonomi kepada rakyat. Pemerintah hanya pelaksana mandat rakyat. Bukan pemilik negara.
Partai X menekankan bahwa negara harus memisahkan peran antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Sehingga, arah kebijakan tidak ditentukan oleh satu orang yang memegang seluruh kendali.
“Negara bukan milik pejabat. Negara milik rakyat,” kata Prayogi. Jika rakyat adalah pemilik, maka rakyat berhak atas keuntungan negara, bukan hanya beban.
Dalam rangka menyiapkan pemimpin masa depan yang berpihak pada rakyat, Partai X mendirikan Sekolah Negarawan. Sekolah ini mencetak kader dengan nilai-nilai Pancasila, kepemimpinan, dan integritas tinggi. Tujuannya, menyiapkan generasi yang memahami bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan hak warisan.
“Negarawan bukan orang yang mencari jabatan. Tapi mereka yang memperjuangkan keadilan dengan ilmu dan akhlak,” terang Prayogi. Sekolah Negarawan mendidik pemimpin yang tak silau oleh konglomerasi, dan tidak tunduk pada kekuatan uang.
Penutup: Jangan Lagi Rakyat Hanya Jadi Objek Statistik
Partai X mengingatkan bahwa rakyat bukan deretan angka dalam grafik kemiskinan. Rakyat adalah tuan atas negeri. Kebijakan ekonomi yang berpihak kepada segelintir kelompok telah mencederai prinsip dasar berdirinya republik.
“Kalau pemerintah berpihak pada konglomerat, siapa yang melindungi rakyat?” tanya Prayogi. Ia menutup pernyataannya dengan ajakan: “Kembalikan republik kepada pemilik sahnya. Rakyat adalah raja, bukan jongos di negara sendiri.”