Jakarta – Bagi pelaku usaha, importir, maupun eksportir, tidak jarang timbul perbedaan persepsi dengan otoritas Bea dan Cukai terkait hasil penetapan tarif, nilai pabean, atau pungutan lainnya. Dalam kondisi seperti ini, pengajuan keberatan menjadi langkah hukum awal yang dapat ditempuh untuk memperjuangkan hak dan memastikan penetapan dilakukan secara benar.
Dasar hukum mekanisme keberatan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.04/2022, yang merupakan penyempurnaan atas PMK 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Melalui aturan ini, Kementerian Keuangan memperjelas batasan dan jenis keputusan pejabat Bea dan Cukai yang bisa diajukan keberatan oleh pihak yang dirugikan.
Keberatan di Bidang Kepabeanan
Dalam Pasal 2 PMK 136/2022, dijelaskan bahwa keberatan dapat diajukan atas penetapan pejabat Bea dan Cukai yang berkaitan dengan:
- Tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang menimbulkan kekurangan pembayaran;
- Penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk;
- Pengenaan sanksi administrasi berupa denda; atau
Pengenaan bea keluar.
Penetapan yang dapat diajukan keberatan antara lain berupa:
- Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);
- Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP);
- Surat Penetapan Pabean (SPP);
- Surat Penetapan Barang Larangan dan Pembatasan (SPBL);
- Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA); dan
- Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK).
Lebih lanjut, aturan ini menegaskan bahwa satu penetapan hanya dapat diajukan satu kali keberatan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari duplikasi permohonan atas objek penetapan yang sama, sekaligus mempercepat proses penyelesaian keberatan di lingkungan DJBC.
Keberatan di Bidang Cukai
Pasal 3 PMK 136/2022 mengatur bahwa keberatan di bidang cukai dapat diajukan terhadap penetapan pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan:
- Kekurangan cukai; dan/atau
- Pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
Penetapan tersebut dituangkan dalam Surat Tagihan di Bidang Cukai (STCK-1). Ruang lingkup keberatan di bidang cukai ini lebih terbatas, yakni hanya mencakup tagihan cukai dan denda administrasi yang timbul akibat pelanggaran ketentuan dibidang cukai.
Kepastian Hukum bagi Pengguna Jasa
Dari sisi wajib pajak, keberadaan PMK 136/2022 memberikan jalur perlindungan hukum administratif yang lebih jelas. Melalui keberatan, importir, eksportir, maupun pengusaha cukai dapat meminta peninjauan kembali terhadap penetapan pejabat Bea dan Cukai tanpa harus langsung menempuh proses banding di Pengadilan Pajak.
Keberatan juga menjadi kesempatan bagi pengguna jasa untuk menyampaikan data tambahan, klarifikasi, atau pembuktian atas penetapan yang dinilai keliru. Dengan demikian, mekanisme keberatan bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan hak hukum penting yang dapat dimanfaatkan untuk memastikan keadilan dan kepastian dalam penegakan peraturan di bidang kepabeanan dan cukai.



