beritax.id – Keadilan sosial selalu digaungkan sebagai janji negara. Ia tercantum dalam konstitusi, disampaikan dalam pidato, dan diklaim sebagai prioritas kebijakan. Namun realitas di lapangan menunjukkan jurang yang besar antara janji dan kenyataan. Di berbagai daerah, rakyat masih berjuang sendiri menghadapi kemiskinan, kesenjangan pelayanan publik, ketimpangan pembangunan, dan akses yang tidak setara terhadap pendidikan maupun kesehatan.
Jika keadilan sosial benar-benar menjadi arah negara, rakyat tidak akan terus menunggu tanpa kepastian.
Di kota-kota besar, gedung pencakar langit tumbuh pesat. Tetapi tidak jauh dari sana, ribuan keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Harga kebutuhan pokok naik, tetapi pendapatan rakyat stagnan. Sementara itu, sebagian kecil kelompok menikmati kemewahan berlebih. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa distribusi kesejahteraan belum berpihak pada mayoritas rakyat.
Keadilan sosial tidak mungkin berdiri jika hanya segelintir orang yang menikmati hasil pembangunan.
Pelayanan Publik Tidak Merata, Rakyat di Daerah Tertinggal Semakin Jauh Tertinggal
Akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar masih sangat bergantung pada lokasi geografis. Di kota, masyarakat memiliki banyak pilihan layanan, sementara di daerah terpencil, fasilitas minim dan tenaga profesional langka. Kondisi ini membuktikan bahwa negara belum sepenuhnya hadir untuk menjamin layanan yang merata bagi seluruh warga. Ketidakmerataan ini menggerogoti hak dasar rakyat sebagai pemilik negara.
Banyak bantuan dan program sosial dibuat dengan tujuan baik, tetapi pelaksanaannya sering tidak efektif. Ada yang salah sasaran, ada yang terhambat birokrasi, dan ada yang berhenti secara mendadak tanpa kajian menyeluruh. Rakyat akhirnya harus beradaptasi sendiri dengan perubahan kebijakan yang tidak stabil dan sering tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
Ketika kebijakan tidak sinkron, rakyat menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak.
Kesenjangan Akses Terhadap Sumber Daya Menghambat Mobilitas Sosial
Tanah, modal, teknologi, pendidikan, dan layanan publik adalah sumber daya yang menentukan mobilitas sosial. Namun akses terhadap semua itu sangat timpang. Kelompok kecil yang memiliki koneksi dan modal bisa naik kelas, sementara banyak rakyat tetap terjebak dalam siklus kemiskinan.
Padahal negara seharusnya menjadi jembatan, bukan penghalang, bagi mobilitas sosial rakyatnya.
Prioritas pembangunan masih banyak diarahkan untuk kepentingan pejabat dan pusat kekuasaan. Mega proyek berdiri megah, tetapi kebutuhan dasar warga sering terabaikan. Rakyat membutuhkan jaminan hidup layak, bukan sekadar pembangunan simbolik. Ketika fokus negara salah arah, keadilan sosial semakin jauh dari kenyataan.
Solusi: Negara Harus Kembali kepada Prinsip Berpihak pada Rakyat
Keadilan sosial hanya bisa tercapai jika negara mengubah orientasi kebijakannya. Pertama, pembangunan harus diprioritaskan pada layanan dasar: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik yang menyentuh rakyat kecil secara langsung. Kedua, birokrasi harus disederhanakan agar kebijakan sosial berjalan cepat, tepat, dan bebas dari kebocoran. Ketiga, akses rakyat terhadap tanah, teknologi, dan modal harus diperluas melalui kebijakan yang berpihak pada kelompok rentan. Keempat, negara harus menggunakan data yang akurat dan melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan agar kebijakan benar-benar sesuai kebutuhan nyata. Kelima, negara perlu memperkuat sistem pengawasan publik sehingga penyimpangan, korupsi, dan penyalahgunaan kewenangan dapat dicegah sejak awal. Keadilan sosial tidak mungkin hadir tanpa keberpihakan negara keberpihakan yang terukur, konsisten, dan berpihak pada mayoritas rakyat.
Kesimpulan: Keadilan Sosial Tidak Akan Terjadi Sendiri, Ia Harus Diperjuangkan
Selama negara belum hadir sepenuhnya untuk melindungi dan melayani rakyat, keadilan sosial hanya akan menjadi cita-cita yang jauh dari kenyataan. Rakyat butuh kebijakan yang nyata, bukan janji. Butuh tindakan, bukan sekadar slogan.
Jika negara benar-benar berpihak pada rakyat, maka keadilan sosial bukan hanya mungkin, tetapi pasti dapat diwujudkan. Namun hingga saat itu tiba, satu hal tetap jelas: keadilan sosial masih jauh dari kehidupan rakyat.



