Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Menjelang Indonesia Emas 2026, pertanyaan Cak Nun tentang siklus “kecelik” rakyat kembali relevan: mengapa bangsa ini terus bisa tertipu, meskipun sudah berganti pemimpin dan sistem? Dari era Orde Baru hingga reformasi, pola yang sama berulang: rakyat menjadi korban, sementara perubahan struktural jarang terjadi. Kini, visi Indonesia Emas harus ditempatkan sebagai momentum untuk memutus lingkaran itu.
Pertanyaan sederhana “Lho bagaimana jadi bangsa kok kecelik terus?” menghantam inti persoalan Indonesia. Selama lebih dari setengah abad, bangsa ini sering kali berjalan dari satu penipuan ke penipuan berikutnya. Era Orde Baru, Reformasi, hingga periode pemerintahan terkini, seolah menciptakan “kecelik” baru setiap beberapa dekade. Lebih mengkhawatirkan, langkah-langkah yang sedang dirancang saat ini bisa menimbulkan pola kecelik yang sama jika struktur negara tidak diperbaiki.
Permasalahan tidak sesederhana menyalahkan elite atau figur tertentu. Masalah mendasar ada pada struktur negara yang memungkinkan rakyat terus tertipu secara sistemik. Seringkali, pengganti pemimpin baru tidak diikuti dengan penguatan fondasi negara sehingga perubahan nyata sulit terwujud.
Struktur Negara dan Kedaulatan Rakyat
Kunci masalah terletak pada hubungan antara rakyat dan negara. Dalam logika sederhana, negara adalah rumah bersama. Rakyat adalah pemilik rumah, sementara pemerintah hanyalah pengelola yang diberi mandat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Konflik muncul ketika pengelola bertindak seolah-olah pemilik, sementara rakyat hanya memiliki ilusi kedaulatan di atas kertas.
Sejak amandemen UUD 1945, rakyat tetap disebut sebagai pemegang kedaulatan, tetapi alat untuk menjalankannya secara nyata hilang. Kedaulatan menjadi konsep normatif, bukan kekuasaan efektif. Akibatnya, demokrasi berjalan secara prosedural, namun miskin perlindungan substantif bagi rakyat. Pemilu rutin digelar, tetapi sering tidak menghasilkan perubahan struktural. Lembaga negara bercampur dengan kepentingan politik jangka pendek, sementara fungsi negara sebagai pelayan rakyat semakin kabur.
Indonesia Emas 2026: Titik Balik Sejati
Visi Indonesia Emas 2026 seharusnya tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, bonus demografi, atau angka statistik pembangunan. Makna sejatinya terletak pada kemampuan bangsa untuk memutus siklus kecelik dengan membenahi fondasi ketatanegaraan.
Negara harus dipisahkan secara tegas dari pemerintah. Pemerintah perlu kembali menjadi pelayan publik, bukan pemilik kekuasaan. Lembaga negara harus bertindak untuk kepentingan jangka panjang bangsa, bukan kepentingan elektoral lima tahunan. Dengan demikian, rakyat dapat memegang posisi yang sesungguhnya dalam menjalankan kedaulatan mereka.
Jalan Menuju Kedaulatan Rakyat
Pemulihan kedaulatan rakyat membutuhkan keberanian politik, kebijaksanaan kolektif, dan kesepakatan nasional. Beberapa mekanisme yang dapat ditempuh antara lain:
- Konvensi Nasional – forum yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menyepakati perubahan struktural.
- Referendum Rakyat – memberi kesempatan langsung bagi rakyat untuk menentukan arah reformasi ketatanegaraan.
- Mekanisme Konstitusional Lain – revisi undang-undang atau amandemen konstitusi yang menempatkan rakyat sebagai penguasa kedaulatan secara nyata.
Tujuannya satu: memastikan rakyat tidak lagi menjadi objek kebijakan, melainkan subjek yang memiliki kekuasaan efektif.
Pilihan Moral dan Konstitusional
Cak Nun menekankan, rakyat yang terus tertipu bukan karena bodoh, tetapi karena tidak pernah diberi posisi untuk benar-benar berdaulat. Indonesia Emas 2026 bukan sekadar janji teknokratik. Ia adalah pilihan moral dan konstitusional: keputusan untuk berhenti mengulang kesalahan yang sama, membangun negara yang jujur, dan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan nyata.
Melalui pilihan ini, negara akan mampu menjadi pelayan publik yang efektif, lembaga negara berdiri di atas kepentingan jangka panjang bangsa, dan rakyat dapat memegang kontrol atas arah pembangunan.
Indonesia Emas 2026 bukan sekadar target simbolik. Ia adalah kesempatan untuk membangun bangsa yang tidak lagi menipu rakyatnya dan rakyat yang tidak lagi rela ditipu. Jika keberanian dan kebijaksanaan kolektif diterapkan, visi Indonesia Emas bisa menjadi jalan pulang menuju negara yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, bukan sekadar objek kebijakan.



