1. Keberatan Pajak yang Sah, tapi Tak Direspons
Berdasarkan gugatan, PT Ayani Family Group menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Nomor 00019 dengan nilai pajak sebesar Rp93.392.000.
Sebagai wajib pajak patuh, perusahaan tersebut mengajukan keberatan resmi pada 8 Agustus 2023, sesuai Pasal 25 ayat (1) dan (3) UU Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP). Artinya, keberatan diajukan tepat waktu dan sah secara hukum.
Namun, DJP tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sebagaimana diatur Pasal 26 ayat (1) UU KUP. Bahkan, Pasal 26 ayat (5) menegaskan bahwa bila keputusan tidak terbit, maka keberatan dianggap dikabulkan secara hukum.
2. Penerbitan Keputusan yang Tidak Sah
Alih-alih mengakui kelalaian, pejabat pajak justru menerbitkan Surat Keputusan Keberatan (KEP-00043) dengan dasar dokumen yang tidak pernah diajukan oleh PT Ayani Family Group, yaitu Surat Keputusan Pembetulan I.
Langkah tersebut melanggar asas hukum formal dan menimbulkan dugaan penyimpangan administratif. Lebih dari itu, tindakan ini bertentangan dengan asas kepastian hukum dan akuntabilitas publik, yang seharusnya menjadi pedoman setiap keputusan administrasi negara.
3. Penolakan Klarifikasi yang Tidak Berdasar
Ketika PT Ayani Family Group meminta klarifikasi melalui Surat Nomor 380/ACC/SK/VII/2025, DJP justru menolak tanpa alasan yang sah.
Padahal, tindakan ini jelas melanggar Pasal 52 ayat (1) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), yang menegaskan bahwa keputusan harus dibuat berdasarkan prosedur yang sah.
Akibatnya, keputusan keberatan tersebut menjadi cacat prosedur sebagaimana diatur Pasal 66 ayat (1) huruf b UU AP, dan dapat dibatalkan secara hukum.
4. Ketika Kelalaian Menjadi Ketidakadilan
Kasus ini menunjukkan bahwa kelalaian aparatur negara dapat berubah menjadi ketidakadilan nyata bagi masyarakat.
Ketika pejabat negara tidak tunduk pada aturan yang mereka buat sendiri, rakyatlah yang menanggung akibatnya kehilangan hak, waktu, dan kepastian hukum.
Lebih dari itu, pejabat pajak harus memahami bahwa setiap keputusan bukan sekadar urusan angka, tetapi cerminan integritas lembaga negara serta kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.
5. Saatnya Reformasi Akuntabilitas Pajak
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan keberatan pajak.
Masyarakat tidak memerlukan pejabat yang hanya pandai berbicara soal kepatuhan, melainkan pejabat yang taat hukum dan adil dalam praktiknya.
Reformasi akuntabilitas bukan sekadar soal efisiensi birokrasi, tetapi tentang mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan.
Keadilan adalah hak setiap warga negara, dan hak itu tidak boleh dirampas hanya karena kelalaian birokrasi.



