beritax.id – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengingatkan pentingnya partisipasi publik dalam proses legislasi di DPR. Ia menyatakan masyarakat berhak mengetahui seluruh proses pembentukan undang-undang dan wajib dilibatkan secara aktif. Arief menyarankan pemanfaatan teknologi informasi agar proses partisipasi tidak kaku dan konvensional.
Peringatan tersebut disampaikan Arief dalam sidang putusan di MK pada 17 Juli 2025. Ia menekankan bahwa partisipasi publik harus akomodatif, inklusif, dan responsif, sesuai dengan semangat keterbukaan dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 Pasal 5 huruf g.
Partai X: Demokrasi Tak Bisa Tumbuh dalam Ruang Tertutup
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menanggapi keras temuan Mahkamah Konstitusi ini. Ia menyebut DPR semakin kehilangan roh perwakilan rakyat jika terus mengabaikan partisipasi publik. Menurutnya, demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dari proses yang transparan dan melibatkan warga.
“Jangan biarkan undang-undang disusun di ruang tertutup. Demokrasi itu bukan monopoli penguasa, tapi hak rakyat,” ujar Rinto.
Ia juga menegaskan kembali tugas negara yang fundamental. “Negara itu tugasnya tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegasnya.
Menurut Partai X, politik adalah perjuangan mendapatkan kewenangan dan menjalankannya secara transparan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Kewenangan yang dijalankan tanpa keterlibatan publik hanya melahirkan kebijakan yang berjarak dengan realita masyarakat.
Negara, menurut Partai X, bukan hanya institusi formal, melainkan komitmen kolektif antara rakyat, wilayah, dan pemerintah. Karena itu, proses legislasi tanpa partisipasi berarti mencederai prinsip kedaulatan rakyat.
Solusi Partai X: Legislasi Terbuka dan Sekolah Negarawan
Partai X mendesak agar seluruh proses legislasi memanfaatkan platform digital yang terbuka, inklusif, dan interaktif. Panitia khusus di DPR wajib membuka naskah akademik, draf RUU, dan menyelenggarakan forum konsultasi publik daring maupun luring.
Sebagai solusi strategis, Partai X menawarkan pembentukan Sekolah Negarawan. Sekolah ini bertujuan mencetak legislator yang memahami prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan tanggung jawab etis dalam proses kebijakan.
Partai X juga menuntut revisi tata tertib DPR agar menyertakan kewajiban penyelenggaraan partisipasi publik bermakna (meaningful participation) dalam setiap pembahasan RUU.
Partai X mengingatkan bahwa demokrasi tidak berhenti di bilik suara. Demokrasi harus hidup dalam proses perumusan kebijakan. Jika DPR terus menutup pintu bagi rakyat, maka gugatan publik akan terus datang, dan kepercayaan terhadap lembaga legislatif akan runtuh.
“Demokrasi kita masih dibelakang pintu. Tugas kita adalah membukanya bersama rakyat,” tutup Rinto Setiyawan.