beritax.id — Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak konstitusional yang wajib dijamin negara. Hak ini tidak boleh dihalangi oleh pihak manapun, termasuk pengembang perumahan.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi kasus di Bekasi, Jawa Barat, di mana pengembang perumahan menutup akses warga menuju mushola yang berada di luar kawasan kompleks. Akibatnya, warga harus memutar jauh hanya untuk beribadah.
“Soal kebebasan beragama ini sangat sensitif. Penataan kawasan hunian tidak boleh membatasi akses warga ke tempat ibadah,” ujar Martin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Ia menambahkan bahwa di beberapa daerah lain, pengembang justru membuka akses ke rumah ibadah tanpa menimbulkan konflik sosial. Pendekatan inklusif ini, menurutnya, seharusnya dijadikan contoh bagi pengembang di Bekasi.
“Hal seperti ini bisa dilakukan. Jangan terlalu kaku menghadapi urusan ibadah,” tambahnya.
Seruan untuk Keadilan Sosial dan Solusi Damai
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, menegaskan pentingnya penyelesaian masalah ini dengan mengedepankan asas kemanfaatan, kepastian, dan keadilan hukum. Ia menilai bahwa langkah bupati Bekasi yang mencoba menjadi penengah merupakan langkah positif yang perlu didukung semua pihak.
“Saya menilai apa yang disarankan oleh Bupati sudah tepat, karena berorientasi pada keadilan dan menjaga harmoni sosial,” ujarnya.
Adang juga memperingatkan agar konflik semacam ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Bila tidak diselesaikan segera, dikhawatirkan akan memperuncing persoalan sosial di masyarakat. “Jangan gara-gara masalah seperti ini, harapan masyarakat untuk hidup tenang justru terganggu,” tuturnya.
Partai X: Negara Wajib Melindungi Hak Ibadah
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurutnya, kasus di Bekasi adalah bentuk kelalaian dalam memastikan hak dasar rakyat untuk beribadah dijamin sepenuhnya. Negara tidak boleh diam terhadap diskriminasi berbasis agama atau keyakinan.
“Rumah Tuhan tidak boleh dibatasi oleh tembok bisnis. Negara harus hadir di antara rakyat, bukan hanya dalam wacana,” ujar Prayogi dengan tegas.
Ia menekankan bahwa kebebasan beragama bukan hanya urusan individu, tetapi cerminan moral negara terhadap rakyatnya. Pemerintah daerah dan pusat harus memastikan setiap warga dapat beribadah dengan aman, mudah, dan tanpa rasa takut.
Prinsip Partai X: Keadilan untuk Semua, Bukan untuk Segelintir
Dalam prinsip Partai X, kedaulatan rakyat tidak boleh diabaikan oleh kepentingan ekonomi atau kelompok tertentu. Kebijakan pembangunan harus berpihak pada kemanusiaan dan kebersamaan sosial.
Partai X menegaskan bahwa nilai kebangsaan sejati bersumber dari keadilan sosial, persamaan hak, dan penghormatan terhadap perbedaan. Negara harus menjadi penengah, bukan pelindung bagi pihak yang memiliki modal lebih besar.
“Pemerintah yang abai pada hak beribadah rakyat, sesungguhnya sedang mengkhianati amanat konstitusi,” jelas Prayogi.
Solusi Partai X: Kepastian Akses, Regulasi Tegas, dan Edukasi Kebangsaan
Sebagai solusi, Partai X mendorong tiga langkah konkret. Pertama, pemerintah harus menetapkan regulasi tegas bagi pengembang agar menyediakan akses terbuka ke tempat ibadah. Setiap proyek perumahan wajib memenuhi standar fasilitas sosial dan keagamaan tanpa diskriminasi.
Kedua, pemerintah daerah wajib melakukan audit sosial terhadap seluruh perumahan tertutup untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak beribadah.
Ketiga, Partai X menyerukan pentingnya pendidikan kebangsaan dan toleransi antarwarga agar masyarakat memahami bahwa hak beribadah adalah hak asasi, bukan izin dari pihak tertentu.
“Partai X berpandangan, kebebasan beragama adalah napas kemanusiaan. Maka, jangan ada diskriminasi di rumah Tuhan. Pemerintah wajib hadir sebagai penjaga harmoni sosial, bukan sekadar pengamat konflik,” tutup Prayogi.



