Surabaya, 24 November 2025 – Pajak adalah sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk mendanai pembangunan dan kebutuhan negara. Namun, dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak masih menghadapi tantangan besar terkait dengan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Untuk menegakkan hukum dan memastikan penerimaan negara, pemerintah menerapkan kebijakan tegas berupa penyanderaan (gijzeling) terhadap penanggung pajak yang tidak menunjukkan itikad baik dalam melunasi utang pajaknya.
Dasar Hukum Penyanderaan Pajak
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 yang mengatur prosedur pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 1 angka 21 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa penyanderaan adalah pengekangan sementara terhadap kebebasan penanggung pajak, dengan penempatan mereka di lokasi tertentu untuk memaksa pembayaran utang pajak yang belum diselesaikan, meskipun sudah dilakukan penagihan administratif.
Penyanderaan dapat diterapkan pada wajib pajak yang memiliki utang pajak minimal Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi kewajibannya. Keraguan ini muncul ketika wajib pajak tidak melunasi utang meskipun telah menerima surat paksa, atau bahkan berusaha menyembunyikan, memindahtangankan, atau membubarkan badan usaha setelah timbulnya utang pajak. Dalam kondisi seperti ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengajukan permohonan izin penyanderaan kepada Menteri Keuangan (Menkeu).
Prosedur Pelaksanaan Penyanderaan
Proses penyanderaan dilakukan secara ketat. Setelah izin diterbitkan, pejabat pajak akan mengeluarkan Surat Perintah Penyanderaan yang mencantumkan identitas penanggung pajak, alasan penyanderaan, lokasi, serta jangka waktu penahanan. Penyanderaan berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang satu kali selama enam bulan berikutnya jika utang pajak belum dilunasi. Jika penanggung pajak melunasi utangnya, penyanderaan dapat segera dibatalkan.
Penting untuk dicatat bahwa penyanderaan dalam hukum pajak tidak sama dengan hukuman pidana. Ini adalah langkah paksa administratif untuk memastikan kewajiban pajak dipenuhi. Penyanderaan adalah langkah terakhir setelah seluruh proses administratif, seperti teguran, surat paksa, dan penyitaan, tidak berhasil.
Tujuan dan Dampak Kebijakan Penyanderaan
Kebijakan ini dianggap penting untuk menjaga keuangan negara agar tidak mengalami kerugian akibat penghindaran kewajiban pajak. Dengan adanya mekanisme penyanderaan, diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan mereka terhadap kewajiban perpajakan.
Komentar Praktisi:
Menurut Eko Wahyu Pramono, S.Ak., Praktisi Pajak dan Pemegang Izin Kuasa Hukum (IKH) Pajak, kebijakan penyanderaan merupakan langkah yang perlu diambil, namun harus dilaksanakan dengan hati-hati dan adil.
“Penyanderaan bukanlah hukuman pidana, melainkan alat paksa administratif untuk memastikan kewajiban pajak dipenuhi. Namun, aparat pajak harus berhati-hati agar tindakan ini tidak disalahgunakan atau melanggar hak asasi manusia,” ujar Eko.



