beritax.id – Bangsa ini dibangun di atas prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kekuasaan tertinggi. Namun ironisnya, sebagian besar ruang pendidikan justru tidak mengajarkan prinsip dasar itu kepada generasi muda. Siswa diajarkan rumus, teori, dan keterampilan teknis, tetapi tidak dibimbing memahami bahwa mereka memiliki hak, suara, dan kuasa untuk mengoreksi arah negara. Ketika kedaulatan rakyat tidak dikenalkan sejak dini, generasi baru tumbuh tanpa kesadaran yang memadai dan mudah menjadi objek kekuasaan, bukan subjek yang mengontrolnya. Negara kuat lahir dari rakyat yang sadar bahwa kekuasaan berasal dari mereka.
Di banyak ruang kelas, pendidikan kewarganegaraan hanya menjadi materi hafalan. Siswa diminta mengingat pasal, tetapi tidak memahami makna. Mereka diminta menjawab soal, tetapi tidak dilatih menyampaikan pendapat. Akibatnya, keterampilan berpikir kritis melemah dan kemampuan membaca arah menjadi minim. Sistem pendidikan seperti ini hanya menghasilkan generasi yang patuh, bukan generasi yang berdaulat.
Krisis Demokrasi Berawal dari Generasi yang Tidak Mengerti Haknya
Ketika rakyat tidak memahami haknya, pejabat yang tidak bertanggung jawab akan lebih mudah menyalahgunakan kekuasaan. Krisis akuntabilitas, penyimpangan kebijakan, dan praktik antidemokrasi tumbuh subur ketika generasi muda tidak memiliki keberanian moral untuk mengoreksi dan mengawasi negara. Banyak anak muda kini lebih memahami algoritma media sosial daripada prinsip dasar partisipasi publik. Jika pendidikan tidak mengajarkan kedaulatan rakyat, demokrasi kehilangan penjaganya.
Sekolah yang melarang perdebatan sehat dan kritik konstruktif sedang menutup pintu bagi lahirnya warga negara kritis. Generasi muda butuh ruang untuk menyampaikan gagasan, mempertanyakan kebijakan, dan belajar menghormati perbedaan. Namun yang sering terjadi adalah sebaliknya: sistem lebih fokus pada disiplin formal daripada kebebasan berpikir. Masyarakat yang takut bertanya akan mudah dikendalikan oleh kekuasaan.
Pendidikan yang Tidak Mengajarkan Hak, Akan Melahirkan Generasi yang Mudah Diperalat
Ketika anak-anak tumbuh tanpa pemahaman mengenai hak mereka—hak atas informasi, hak menyampaikan pendapat, hak mengawasi kebijakan publik—mereka menjadi kelompok yang paling mudah dipengaruhi oleh propaganda atau manipulasi kekuasaan. Generasi seperti ini rentan menjadi alat kekuasaan, bukan pelaku perubahan. Negara yang membiarkan generasi tumbuh tanpa memahami hak, sedang menciptakan krisis masa depan.
Solusi: Pendidikan Harus Menjadi Tempat Menumbuhkan Kedaulatan Rakyat
Pendidikan harus dikembalikan pada tugas utamanya: membangun warga negara yang berdaya. Kurikulum perlu mengintegrasikan pemahaman mendalam tentang hak rakyat, fungsi negara, dan prinsip kedaulatan dalam metode belajar yang dialogis, bukan hafalan. Guru harus diberdayakan untuk mendorong diskusi terbuka, membiasakan siswa berpikir kritis, dan membangun keberanian moral. Sekolah harus menjadi ruang yang menghidupkan nilai kebebasan berpendapat, transparansi, tanggung jawab, dan partisipasi bukan sekadar ruang untuk patuh dan mengikuti aturan. Negara wajib memastikan pendidikan menjangkau seluruh anak, di kota maupun desa, dengan kualitas yang adil, sehingga pemahaman tentang kedaulatan rakyat menjadi pengetahuan umum, bukan hanya milik sebagian orang.
Ketika generasi muda paham bahwa merekalah sumber kekuasaan, negara akan berjalan di jalur yang benar.
Kesimpulan: Pendidikan yang Tidak Mengajarkan Kedaulatan, Mengancam Masa Depan Negeri
Generasi baru adalah pewaris masa depan bangsa. Tanpa pendidikan yang menanamkan kesadaran bahwa merekalah pemilik kekuasaan, bangsa ini akan terus melahirkan warga yang lemah, pemimpin yang tidak terkoreksi, dan sistem pemerintahan yang rentan disalahgunakan. Kedaulatan rakyat bukan sekadar konsep ia harus diajarkan, dipraktikkan, dan ditanamkan sejak dini. Jika pendidikan gagal mengajarkan kedaulatan rakyat, maka generasi baru terancam kehilangan masa depan mereka sendiri.



