beritax.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, mendesak penghentian aktivitas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Langkah ini menyusul bentrokan di lahan sengketa masyarakat adat Sihaporas di Simalungun, Sumatera Utara. Bentrokan menimbulkan korban luka, termasuk ibu-ibu, serta kerusakan rumah dan kendaraan warga. Bane meminta aparat segera turun tangan untuk mencegah bentrokan lebih besar dan melindungi rakyat. Ia menegaskan, tidak boleh ada aktivitas di lahan yang statusnya masih disengketakan. Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi penerima konsesi hutan jika serius menjaga lingkungan.
Partai X: Negara Wajib Hadir Lindungi Rakyat
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan sikap keras. Ia mengingatkan kembali, tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
“Jika rakyat terus menjadi korban, negara gagal menjalankan kewajiban paling dasar,” tegas Prayogi.
Menurut Partai X, negara tak boleh berpihak hanya pada kepentingan korporasi yang merusak lingkungan. Konflik agraria seperti di Simalungun mencerminkan lemahnya perlindungan hak rakyat adat. Rakyat adalah pemilik kedaulatan, sementara pemerintah hanyalah pelayan, bukan tuan di atas rakyat.
Prinsip Partai X dalam Menyikapi Sengketa
Pemerintah tidak boleh memosisikan diri sebagai pemilik negara, melainkan tenaga kerja rakyat. Dalam kasus TPL, negara harus menunjukkan keberpihakan pada masyarakat, bukan melanggengkan konflik. Negara bukan rezim, dan rezim bukan negara; negara harus bertahan meski pemerintah gagal. Jika negara tunduk pada kepentingan oligarki, rakyat akan semakin tersisih dari tanahnya sendiri. Kesejahteraan hanya tercapai bila hak rakyat atas tanah dan lingkungan dijamin tanpa kompromi.
Solusi Partai X untuk Jalan Keluar
Partai X menawarkan solusi sistematis agar konflik semacam ini tidak berulang di masa depan. Pertama, evaluasi total konsesi hutan dan audit manfaat ekonomi versus kerusakan sosial lingkungan. Kedua, pemisahan tegas antara kepentingan negara dan kepentingan pemerintah agar rakyat tidak dikorbankan. Ketiga, reformasi hukum berbasis kepakaran agar penyelesaian sengketa adil, bukan berpihak pada modal. Keempat, musyawarah kenegarawanan melibatkan intelektual, tokoh agama, budaya, serta aparat demi visi bangsa yang berpihak pada rakyat. Kelima, pendidikan moral dan berbasis Pancasila agar generasi mendatang memahami hak rakyat atas tanah.
Partai X menegaskan, rakyat jangan lagi terus menjadi korban bentrokan akibat sengketa lahan. Negara wajib hadir melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan adil.
Jika konflik dibiarkan, luka rakyat akan terus berdarah dan ketidakadilan makin nyata.
“Suara rakyat jangan dikubur, dan hak mereka jangan ditukar dengan janji palsu korporasi,” pungkas Prayogi.