beritax.id – Kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter rumah sakit swasta di Kota Malang kembali mencuat. Kali ini, korban baru berinisial A (30) secara resmi melaporkan dokter AY ke Polresta Malang Kota pada Selasa (23/4). Laporan ini menambah daftar panjang penderitaan yang semestinya tak pernah terjadi di ruang pelayanan kesehatan.
Didampingi Lembaga Bantuan Hukum YLBHI LBH Surabaya Pos Malang, korban A menyampaikan bahwa pelecehan terjadi saat ia diperiksa di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) tahun lalu. Pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran perawat dan dalam kondisi tirai tertutup rapat. AY diduga menyentuh area sensitif korban tanpa izin dan di luar prosedur medis.
Partai X: Negara Tak Boleh Gagap Hadapi Kekerasan Seksual
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini. Ia menekankan bahwa negara wajib menjamin rasa aman bagi setiap warga, khususnya perempuan, saat mengakses layanan publik.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi penghianatan terhadap kepercayaan rakyat pada sistem kesehatan,” tegas Rinto.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengambil alih penanganan kasus ini secara serius dan tuntas. Negara tidak boleh menyerahkan pemulihan trauma hanya kepada pihak rumah sakit yang justru berada dalam posisi konflik kepentingan.
“Negara hadir bukan hanya saat kampanye kesehatan, tapi saat korban membutuhkan keadilan,” ujar Rinto.
Rinto juga menyoroti pola pengulangan pelecehan oleh pihak yang sama. Korban A merupakan pelapor kedua setelah sebelumnya korban berinisial QAR juga menyampaikan dugaan serupa pada 18 April lalu. Dua laporan dalam kurun waktu singkat ini menjadi alarm keras tentang lemahnya pengawasan dan keberanian mengungkap kebenaran.
“Jika satu pelaku bisa melukai dua korban dalam senyap, berapa banyak korban yang masih bungkam?” tanya Rinto. Partai X mendorong audit menyeluruh terhadap mekanisme perlindungan pasien, SOP rumah sakit, dan keberadaan pengawas internal lembaga medis.
Layanan Publik Harus Jadi Zona Aman, Bukan Arena Predator
Partai X mengingatkan bahwa tugas pemerintah tidak bisa dinegosiasikan bahwa harus melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Dalam konteks ini, layanan kesehatan harus menjadi zona aman, bukan ruang bebas pelecehan yang dibungkus jas putih dan sistem yang permisif.
Rinto menyatakan perlunya revisi besar dalam sistem akuntabilitas tenaga kesehatan, termasuk penguatan Unit PPA, integrasi pelaporan digital, dan pelatihan gender untuk seluruh petugas medis.
LBH mendampingi korban secara psikologis dan menolak tawaran rumah sakit untuk menangani pemulihan korban. Rinto mengapresiasi langkah ini dan menyerukan agar negara segera menyediakan layanan pemulihan trauma yang independen dan berpihak kepada korban.
“Keadilan bagi korban bukan sekadar menghukum pelaku, tapi juga memulihkan luka yang ditinggalkan,” ujarnya.
Partai X mendesak Menteri Kesehatan, Kapolri, dan Komnas Perempuan untuk turun tangan dalam kasus ini. Ini bukan kasus Malang semata, tapi potret gelap di balik dinding rumah sakit yang harus disinari keadilan.