beritax.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerapkan kebijakan pemungutan pajak bagi pedagang online. Ketentuan ini dituangkan dalam peraturan yang telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak sebelumnya, Suryo Utomo, yang kini menjadi “warisan” kebijakan pajak di era digital.
Melalui kebijakan ini, setiap pedagang yang menggeluti bisnis online atau e-commerce akan dikenakan pajak sesuai ketentuan yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelumnya Suryo Utomo. Hal ini yaitu melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2025 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pihak Lain Serta Penunjukan Pihak Lain, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Meski tujuannya diklaim untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis penerimaan negara. Publik pun terbelah: antara yang mendukung penertiban ekonomi digital. Dan yang menilai kebijakan ini bagaikan buldozer yang siap “mengeruk” kantong rakyat tanpa pandang bulu.
Dimana Letak Keadilan dan Kesetaraan Fiskal?
Ketentuan ini disinyalir demi keadilan dan kesetaraan fiskal. Namun, banyak pihak mempertanyakan. Dimana letak keadilan ketika pedagang yang masih merintis di platform digital juga turut ditarik pajak layaknya mereka konglomerat ritel besar? Di saat ekonomi belum sepenuhnya pulih, kebijakan ini justru terkesan lebih rajin memburu daripada membina.
Sejumlah pengamat pajak menilai, seharusnya Menteri Keuangan lebih bijak dalam menerapkan kebijakan fiskal. Dengan mempertimbangkan kondisi psikologis dan daya tahan ekonomi masyarakat bawah. Alih-alih membangun ekosistem digital yang inklusif. Pemerintah kini dinilai lebih mirip operator alat berat. Hal ini yang dengan gagah berani mengeruk potensi pendapatan negara, hingga tak memperdulikan siapa yang tertimbun.
Sekadar Bertahan Hidup
Pemerintah berdalih bahwa penerapan pajak pada pedagang online penting untuk menciptakan level yang sama dengan toko konvensional. Namun, realita di lapangan menunjukkan banyak pedagang online yang berjualan sekadar untuk menambah penghasilan. Bahkan sekadar bertahan hidup di era yang serba mahal dan semakin sulit ini.
Dalam situasi semacam ini, hanya ada satu harapan sederhana dari masyarakat, yaitu keadilan dan kebijaksanaan yang tak sekadar retorika. Bukan sekadar mengejar angka penerimaan demi rapor manis, tetapi juga melihat wajah-wajah para pedagang yang tiap hari berjuang di layar ponsel mereka.
Akankah kebijakan ini menjadi awal tertibnya ekosistem pajak digital, atau justru menambah panjang daftar keluhan rakyat? Hanya waktu dan keberanian evaluasi yang akan menjawab. Satu hal yang pasti, rakyat kini diminta “bersiap-siap”, karena buldozer fiskal sudah mulai berjalan, dan tak ada yang luput dari terangnya lampu sorot pajak.
📩 Untuk wawancara media atau penjelasan, hubungi:
Rey & Co. Tax Attorneys at Law
✉️ [email protected]
📞 +62 811-1300-0088
🌐 https://www.reyandco.co.id/
Penulis: Farhan Nandiva