beritax.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi santai gugatan uji materi terhadap ketentuan pajak pesangon dan pensiun di Mahkamah Konstitusi. Ia mengaku belum menerima laporan resmi mengenai perkara tersebut.
“Oh, nanti kita lihat hasilnya seperti apa,” ujar Purbaya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).
Gugatan diajukan sepuluh warga negara yang mayoritas pekerja. Mereka menilai aturan pajak pesangon dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bertentangan dengan konstitusi. Pemohon menegaskan pesangon dan pensiun adalah hasil kerja keras seumur hidup, bukan keuntungan usaha. Mereka menolak penerapan tarif progresif karena menambah beban bagi rakyat yang kehilangan pekerjaan.
Partai X: Negara Harus Hadir Lindungi Rakyat yang Terpukul
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pajak pesangon adalah bentuk ketidakadilan terhadap rakyat yang baru saja di-PHK. Negara seharusnya hadir melindungi, bukan menambah penderitaan rakyat. “Tugas negara itu tiga loh: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi hari ini, pemerintah justru menambah beban rakyat yang sedang kesulitan,” ujarnya.
Rinto menilai gugatan ini menjadi ujian bagi keberpihakan pemerintah terhadap pekerja. Pajak atas pesangon mencerminkan mental birokrasi yang gagal memahami filosofi kemanusiaan ekonomi. Dalam konteks keadilan sosial, penghasilan terakhir seorang pekerja semestinya menjadi hak penuh, bukan sumber pajak tambahan.
Kritik Partai X: Pemerintah Lupa Makna Sejahtera
Partai X menilai pemerintah lupa makna “sejahtera” sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan tujuan kemerdekaan. Sejahtera, menurut Partai X, adalah terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat—pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Pajak pesangon justru menggerus aspek kesejahteraan itu.
Dalam pandangan Partai X, rakyat adalah pemilik kedaulatan negara, sedangkan pejabat hanyalah pelayan rakyat. Ketika negara memungut pajak dari pesangon, maka yang dilakukan bukan pelayanan, tetapi perampasan halus dari jerih payah rakyat.
Prinsip Partai X: Pemerintah Bukan Pemilik Negara
Partai X menegaskan prinsip bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat menjalankan kebijakan. Pemerintah bukan pemilik negara, dan negara bukan alat kekuasaan pejabat. Presiden hanya sopir dalam bus bernama negara, sedangkan rakyatlah pemilik bus yang menentukan arah. Karena itu, kebijakan perpajakan harus sejalan dengan tujuan rakyat: keadilan dan kesejahteraan.
Bila kebijakan pajak tidak berpihak pada rakyat, maka pemerintah telah gagal menjalankan amanat Pancasila dan tujuan kemerdekaan. Negara sejati adalah negara yang menjalankan kekuasaan secara efektif, efisien, dan transparan untuk kedaulatan rakyat.
Solusi Partai X: Reformasi Pajak dan Musyawarah Keadilan Ekonomi
Partai X menawarkan solusi konkret. Pertama, pemerintah harus menggelar Musyawarah Kenegarawanan Nasional melibatkan intelektual, tokoh agama, budaya, dan TNI/Polri untuk merumuskan keadilan ekonomi baru berbasis Pancasila. Kedua, diperlukan amandemen kelima UUD 1945 agar kedaulatan fiskal benar-benar di tangan rakyat, bukan penguasa. Ketiga, perlu reformasi hukum dan perpajakan berbasis kepakaran yang memastikan sistem pajak berpihak pada yang benar, bukan pada kekuatan modal.
Selain itu, birokrasi perpajakan harus didigitalisasi secara transparan agar menghapus pungutan tidak sah, menguatkan akuntabilitas, dan menekan potensi korupsi dalam pemungutan pajak rakyat. Pajak pesangon wajib dikecualikan sebagai bentuk keadilan sosial.
Penutup: Negara untuk Rakyat, Bukan Pejabat
Partai X menegaskan bahwa keadilan fiskal adalah fondasi kepercayaan rakyat. Bila rakyat yang kehilangan pekerjaan masih dibebani pajak, maka negara telah kehilangan moralitasnya. Pajak seharusnya menjadi instrumen pemerataan, bukan beban bagi yang menderita. Pemerintah harus melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan keadilan, bukan menindas dengan pajak.