Oleh: Rinto Setiyawan
Rinto Setiyawan adalah Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia, Anggota Majelis Tinggi Partai X, dan Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute.
beritax.id – Dalam hening yang sunyi, dalam jeda panjang yang tak biasa, Cak Nun mengirimkan isyarat. Bukan dalam bentuk perintah, bukan pula instruksi. Tapi berupa benih pesan yang merasuk dalam hati jamaah Maiyah, yang mampu menangkap frekuensi spiritual dan sosial di sekelilingnya.
Pada 27 Mei 2023, di rumah Mas Gandhie, selepas tawashshulan serentak seluruh simpul Maiyah dalam rangka 70 tahun Mbah Nun, beliau menyampaikan bahwa akan datang kegelapan yang paling pekat yang akan ia alami. Pernyataan itu disampaikan tanpa konteks rinci, namun menggema dengan makna dalam bagi siapa saja yang selama ini hidup dari ilmu dan keikhlasan beliau. Beberapa bulan setelah itu, Cak Nun memang mengalami sakit, secara fisik. Namun secara spiritual, beliau justru seolah sedang menyelesaikan tugas menyebar benih, ilmu dan gagasan yang telah puluhan tahun ia semai di ladang batin umat.
Dan sekarang, tahun 2025, adalah musim tandhang, waktunya bertindak. Inilah masa di mana gagasan-gagasan ketatanegaraan Cak Nun yang selama ini tertebar dalam berbagai forum Maiyah, buku, video, dan pengajian, harus bergerak dari alam ide ke ruang konkret, dari pesan sunyi menjadi gerakan nyata.
Benih Sudah Ditebar: Apa Lagi yang Kita Tunggu?
Gagasan Cak Nun tentang tata negara bukanlah sembarang teori. Ia adalah kristalisasi dari permenungan panjang, dialog lintas zaman, dan pemahaman mendalam atas sejarah bangsa, ketimpangan global, serta krisis spiritualitas di ranah kekuasaan. Mulai dari kritik atas demokrasi prosedural, kegagalan pemisahan kekuasaan yang tak membumi, hingga perumusan ulang relasi rakyat dengan negara, semua sudah pernah beliau sampaikan.
Maka, gagasan tentang “konstitusi langit”, struktur negara berbasis sedulur papat limo pancer, relasi kekuasaan yang vertikal dari langit ke rakyat, bukan dari elit ke elit, semua itu bukanlah khayalan. Ia adalah bentuk keberanian untuk menyandingkan iman dan logika dalam menyusun struktur ketatanegaraan yang beradab dan berkedaulatan rakyat sejati.
Tandhang: Dari Ilmu Jadi Gerakan
Tandhang bukan sekadar bangkit. Ia adalah pergerakan sadar dan konsisten dari mereka yang siddiq (sungguh-sungguh), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dengan lurus), dan fathanah (cerdas menangkap arah zaman). Mereka yang mampu menangkap tegangan spiritual dari gagasan Cak Nun, tidak akan puas hanya menjadi pendengar atau penonton. Mereka akan bergerak.
Dan gerakan ini bukan tentang merebut kekuasaan, tapi mengembalikan arah peradaban. Menyusun ulang sistem yang keliru. Merancang bangunan negara yang selama ini bocor di mana-mana, mulai dari hukum, pendidikan, ekonomi, sampai struktur kekuasaan.
2025: Tahun Penentu Arah
Banyak yang merasa Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Tapi sesungguhnya, kita sedang berada di ujung krisis besar, ketika negara kehilangan arah. Rakyat kehilangan harapan, dan elite politik kehilangan nurani. Maka hanya gagasan yang lahir dari kesadaran spiritual, seperti yang ditawarkan Cak Nun, yang mampu menjadi suluh dalam gelap.
Cak Nun sudah menyebar benih. Beliau sudah menyampaikan, menanam, bahkan menyiram. Kini waktunya kita tandhang. Kita kumpulkan benih-benih itu, kita bentuk tim pemelihara peradaban, kita siapkan ladang sosial-politik yang baru. Kita bangun perahu seperti yang dibangun Nabi Nuh.
Bukan untuk menyelamatkan segelintir elit, tapi untuk menyelamatkan seluruh umat manusia dari kehancuran sistemik akibat rusaknya struktur ketatanegaraan yang ada.
Mari bergandeng tangan, jadikan tahun 2025 sebagai tahun tandhang gagasan Cak Nun.
Dari pesan sunyi, menuju gerakan sejati.
Dari teori langit, menuju transformasi bumi.