beritax.id – Dorongan agresif pemerintah terhadap investasi kembali memunculkan konflik lama yang belum pernah benar-benar diselesaikan hilangnya tanah dan hak hidup rakyat di sekitar proyek-proyek strategis. Pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang berulang kali menempatkan investasi sebagai kunci pertumbuhan ekonomi dinilai mengabaikan kenyataan di lapangan, di mana masyarakat justru terdorong keluar dari ruang hidupnya sendiri.
Ketika investasi dibela tanpa syarat, rakyat sering kali menjadi pihak yang paling dulu dikorbankan.
Investasi sebagai Narasi Tunggal Pembangunan
Dalam berbagai kesempatan, investasi digambarkan sebagai solusi hampir untuk semua persoalan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, hingga kesejahteraan. Namun, narasi ini kerap menutup fakta bahwa banyak proyek investasi berjalan di atas lahan konflik, wilayah adat, dan ruang hidup masyarakat.
Alih-alih menjadi subjek pembangunan, rakyat justru diperlakukan sebagai hambatan yang harus “ditertibkan”.
Tanah Rakyat dalam Tekanan Proyek
Di sejumlah wilayah, masyarakat menghadapi penggusuran, perampasan lahan, dan kriminalisasi saat menolak proyek investasi. Proses pembebasan lahan sering berlangsung timpang: informasi minim, konsultasi formalitas, dan kompensasi yang tidak sebanding dengan kehilangan sumber penghidupan jangka panjang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dikejar tanpa perlindungan hak dasar warga.
Negara Hadir untuk Investor, Absen bagi Warga
Ketika konflik muncul, aparat negara sering tampil cepat untuk mengamankan proyek, tetapi lambat melindungi warga terdampak. Negara terlihat tegas kepada rakyat, namun lentur terhadap kepentingan korporasi.
Situasi ini menimbulkan kesan bahwa kebijakan investasi lebih diarahkan untuk menjamin kenyamanan modal dibandingkan keselamatan dan martabat warga.
Tanggapan Partai X: Negara Tidak Boleh Salah Berpihak
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa pembangunan yang mengorbankan rakyat adalah bentuk kegagalan negara.
“Tugas negara itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika investasi dibela sementara rakyat kehilangan tanah dan haknya, maka negara sedang abai menjalankan ketiga tugas tersebut. Pembangunan tanpa keadilan hanya akan melahirkan konflik berkepanjangan,” ujar Prayogi.
Ia menekankan bahwa investasi seharusnya menjadi alat untuk kesejahteraan rakyat, bukan alasan untuk menyingkirkan mereka.
Dampak Sosial yang Terus Menumpuk
Kehilangan tanah berarti kehilangan mata pencaharian, identitas sosial, dan rasa aman. Dalam jangka panjang, konflik agraria yang dibiarkan akan memperlebar ketimpangan dan merusak kepercayaan publik terhadap negara.
Stabilitas yang dibangun di atas ketidakadilan hanya akan rapuh dan mudah runtuh.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk memastikan investasi berjalan sejalan dengan keadilan sosial, diperlukan langkah-langkah berikut:
- Menempatkan perlindungan hak rakyat sebagai prasyarat utama investasi
- Memastikan persetujuan bebas, didahului informasi, dan tanpa paksaan (FPIC) bagi masyarakat terdampak
- Menghentikan kriminalisasi warga yang mempertahankan ruang hidupnya
- Mengevaluasi proyek investasi yang memicu konflik agraria
- Menegaskan peran negara sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar fasilitator modal
Partai X menegaskan, investasi tidak boleh berdiri di atas penderitaan rakyat. Negara hanya layak disebut berhasil jika pembangunan memperkuat hak warga, bukan menghapusnya.



