beritax.id – CEO Alvara Institute Hassanuddin Ali menegaskan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila menyasar generasi muda melalui pendekatan digital. Menurutnya, Gen Z dan milenial sebagai “anak kandung internet” tidak bisa lagi didekati dengan cara konvensional.
Hassanuddin menjelaskan mayoritas penduduk Indonesia kini berasal dari generasi muda yang lebih terbiasa dengan konten visual dan digital. Karena itu, pembinaan ideologi harus dikemas sederhana, menarik, serta relevan dengan tren populer.
Ia mencontohkan K-pop dan budaya visual lain yang cepat menyebar di kalangan anak muda. Jika Pancasila tidak dipresentasikan dengan cara menarik, maka pesan kebangsaan sulit diterima.
Partai X: Ideologi Harus Kembali ke Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa ideologi sejati harus pro rakyat. Negara memiliki tiga tugas: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
“Pancasila jangan sekadar dijadikan jargon digital tanpa ruh kerakyatan. Ideologi harus hadir nyata, menguatkan rakyat, bukan menghibur semata,” tegas Prayogi.
Menurutnya, pemerintah harus memastikan pembinaan ideologi tidak berhenti pada konten digital kosong. Esensi Pancasila adalah keberpihakan pada rakyat, terutama yang lemah dan termarjinalkan.
Partai X menegaskan bahwa politik adalah upaya dan bentuk perjuangan untuk mendapatkan dan menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat
Partai X menolak praktik kekuasaan yang menjadikan ideologi sebagai alat manipulasi generasi muda. Pancasila harus dipahami sebagai energi moral bangsa, bukan sekadar konten media sosial.
Prinsip Partai X menegaskan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati. Negara hanya alat, sementara pejabat hanyalah pelayan.
Solusi Partai X: Digitalisasi Pancasila yang Progresif
Partai X menawarkan solusi konkret dalam pembinaan ideologi Pancasila. Pertama, digitalisasi materi Pancasila harus berbasis literasi kritis, bukan propaganda kosong. Kedua, platform digital negara harus menyediakan konten visual edukatif yang mendorong kesadaran kolektif rakyat.
Ketiga, survei tahunan untuk mengukur internalisasi nilai Pancasila harus dikaitkan dengan indikator kesejahteraan rakyat. Keempat, pendidikan berbasis Pancasila harus masuk ke ruang sekolah, universitas, hingga komunitas digital.
Kelima, media negara wajib dijadikan kanal kontra-narasi terhadap ideologi yang melemahkan rakyat. Dengan begitu, Pancasila tidak lagi terjebak di ruang simbolik, melainkan hidup dalam keseharian rakyat.
Penutup: Pancasila untuk Rakyat, Bukan Penguasa
Partai X menegaskan, Pancasila harus kembali pada makna sejatinya ideologi rakyat, bukan ideologi pejabat. Digitalisasi hanyalah alat, bukan tujuan.
Apabila negara gagal menghadirkan Pancasila dalam bentuk nyata bagi kesejahteraan rakyat, maka digitalisasi hanya menjadi ilusi. Partai X hadir untuk mengingatkan: ideologi