beritax.id — Koalisi Masyarakat Sipil menilai Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) mengancam Hak Asasi Manusia. Pasalnya, RUU itu melibatkan TNI sebagai penyidik pidana siber sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) huruf d. Koalisi yang terdiri dari Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial, dan De Jure menilai hal ini bertentangan dengan UUD 1945. Pelibatan TNI dalam penyidikan pidana dianggap menciderai prinsip supremasi sipil dalam sistem hukum negara demokratis. Menurut koalisi, penegakan hukum pidana adalah ranah kekuasaan sipil, bukan militer.
Intervensi Militer dan Risiko Demokrasi yang Melemah
Koalisi menegaskan, RUU KKS menunjukkan semakin besarnya intervensi militer dalam kehidupan sipil. Keterlibatan militer dalam penyidikan pidana berpotensi melanggar konstitusi dan mengancam kebebasan sipil masyarakat. Langkah ini juga dinilai memperkuat militerisasi ruang siber yang dapat digunakan untuk kepentingan individu dan kekuasaan. Revisi UU TNI yang menambah tugas operasi militer selain perang dalam ancaman siber dianggap membuka ruang penyimpangan. Ketidakjelasan gradasi ancaman membuat TNI bisa masuk dalam semua level penanganan, bahkan di luar konteks pertahanan.
Tugas Negara: Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara punya tiga tugas utama. Negara wajib melindungi rakyat dari segala bentuk ancaman kekuasaan yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. Negara juga harus melayani rakyat dengan menjamin hukum ditegakkan secara adil dan tanpa ketakutan militeristik. Dan negara berkewajiban mengatur kehidupan bernegara secara transparan, efisien, serta berpihak pada kepentingan rakyat.
“Pemerintah harus sadar, tugas melindungi rakyat bukan berarti mengawasi rakyat dengan senjata,” tegas Rinto Setiyawan.
Prinsip Partai X: Pemerintah Bukan Pemilik Negara, Tapi Pelayan Rakyat
Partai X menegaskan bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat menjalankan kebijakan untuk rakyat. Negara harus dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Keterlibatan militer dalam urusan sipil mengancam esensi negara demokratis dan menghapus batas antara penguasa dan rakyat. Partai X menilai, RUU KKS menunjukkan semakin kaburnya pemisahan fungsi negara dan pemerintah. Jika tidak dikoreksi, kebijakan ini akan melahirkan negara otoriter yang mengatur dengan kekuatan, bukan kebijaksanaan.
Solusi Partai X: Reformasi Hukum dan Penguatan Sipil Demokratis
Partai X menawarkan solusi konkret untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan melalui kebijakan RUU KKS. Pertama, lakukan musyawarah kenegarawanan nasional melibatkan kaum intelektual, agama, TNI-Polri, dan budaya untuk menata ulang sistem keamanan siber. Kedua, revisi UUD 1945 untuk memastikan kedaulatan rakyat dan pemisahan tegas antara negara dan pemerintah. Ketiga, reformasi hukum berbasis kepakaran agar penegakan hukum tidak mudah diintervensi kekuatan dan militer. Keempat, transformasi digital birokrasi untuk memperkuat akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di ruang siber. Kelima, pendidikan moral dan berbasis Pancasila agar generasi muda memahami batas kewenangan dan nilai demokrasi sejati.
Penutup: Negara Tanpa Supremasi Sipil Akan Gagal Melindungi Rakyat
Partai X menilai pelibatan TNI dalam penyidikan pidana siber adalah langkah mundur dalam demokrasi. Negara yang mencampur kekuasaan militer dalam urusan sipil sedang menyiapkan jalan bagi otoritarianisme baru. RUU KKS seharusnya berfokus pada penguatan keamanan siber berbasis kepakaran, bukan militerisasi dunia digital. Negara kuat bukan karena senjata, tetapi karena keadilan, kedaulatan rakyat, dan supremasi hukum yang dijaga bersama.