beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan tidak menggunakan pasal suap dalam kasus korupsi kuota haji tambahan 2024. KPK memilih menggunakan pasal kerugian keuangan negara untuk menjerat para pelaku. Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan pasal suap hanya menyentuh pemberi dan penerima saja. Menurutnya, pasal kerugian negara memungkinkan sistem penyelenggaraan haji diperbaiki agar tidak bisa dimainkan kembali.
Asep menyebut, evaluasi akan dilakukan bersama Kementerian Haji untuk menutup titik rawan kebocoran anggaran. Kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga telah mencegah sejumlah pihak bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Selain itu, penggeledahan dilakukan di berbagai lokasi untuk menemukan bukti dokumen, barang elektronik, hingga properti terkait perkara. Namun, publik menilai penegakan hukum ini setengah hati karena pasal suap justru tidak digunakan.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai langkah KPK menunjukkan hukum masih dipermainkan. Menurutnya, tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Jika hukum hanya setengah jalan, rakyat hanya jadi penonton, bukan penerima keadilan,” tegas Rinto. Ia menilai publik butuh kepastian bahwa hukum tidak hanya berhenti di pengadilan. “Kasus besar seperti ini harus jadi momentum pembenahan sistem, bukan sekadar ritual hukum,” tambahnya. Partai X menegaskan, rakyat adalah pemilik kedaulatan, pejabat hanyalah pelayan yang wajib tunduk pada hukum. Jika kasus korupsi haji dibiarkan kabur, rakyat kembali menjadi korban pengkhianatan keadilan.
Prinsip Partai X
Negara wajib hadir untuk menegakkan hukum yang adil dan melindungi hak rakyat. Sejahtera berarti terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, termasuk hak spiritual menjalankan ibadah haji dengan tenang. Korupsi kuota haji merampas hak ibadah rakyat, menghina sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial. Jika hukum hanya digunakan sebagai formalitas, maka Pancasila tereduksi menjadi retorika kosong. Pejabat bukan penguasa, melainkan tenaga kerja rakyat yang harus melayani dengan jujur.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi agar hukum tidak jadi mainan penguasa. Pertama, reformasi hukum berbasis kepakaran untuk menutup celah manipulasi dan menegakkan keadilan substantif. Kedua, transformasi birokrasi digital agar penelusuran aliran dana korupsi transparan dan mudah diawasi publik. Ketiga, pemisahan tegas antara negara dan pemerintah untuk memastikan hukum tidak dikendalikan rezim. Keempat, pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan slogan kosong. Kelima, pendidikan moral dan berbasis Pancasila agar generasi muda berani menolak budaya korupsi. Dengan langkah ini, hukum bisa menjadi alat keadilan, bukan panggung permainan penguasa.
Penutup
KPK berdalih memilih pasal kerugian negara demi pembenahan sistem haji. Namun, Partai X menilai publik butuh kepastian keadilan, bukan alasan hukum.
Kasus haji menyangkut hak ibadah rakyat, sehingga harus diusut tuntas tanpa kompromi. Rakyat bukan penonton, rakyat adalah pemilik negara yang berhak atas keadilan. Negara sejati adalah negara yang berani menegakkan hukum untuk rakyat, bukan untuk penguasa.