beritax.id – Amnesty International Indonesia menilai pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB tidak sejalan dengan kebijakan Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, menyoroti retorika Prabowo tentang kesetaraan, keadilan, dan perdamaian, termasuk tawaran 20.000 pasukan penjaga perdamaian. Menurutnya, pidato itu kontras dengan sikap Indonesia di berbagai isu, termasuk Palestina dan pelanggaran HAM dalam negeri. Usman menegaskan, kredibilitas Indonesia bukan ditentukan oleh pidato indah, melainkan tindakan nyata.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai kritik Amnesty harus dijadikan cermin. Ia menegaskan tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, pidato di forum internasional tidak boleh jauh berbeda dengan realitas kebijakan dalam negeri.
“Jangan hanya bicara keadilan di luar negeri, tapi abai pada penderitaan rakyat sendiri,” ujarnya. Rinto menekankan, konsistensi adalah kunci membangun kepercayaan rakyat dan dunia.
Prinsip Partai X
Partai X meyakini bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan negara, sedangkan pemerintah hanyalah pelayan. Pemerintah tidak boleh menjadikan rakyat sekadar objek pencitraan. Politik adalah upaya dan bentuk perjuangan untuk mendapatkan dan menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat
Bagi Partai X, negara ibarat bus, rakyat pemilik bus, pemerintah hanya sopir. Jika sopir salah arah, rakyat berhak menghentikan dan menggantinya.
Prinsip inilah yang harus dipegang dalam setiap kebijakan, baik di dalam maupun luar negeri.
Kritis dan Obyektif
Pidato di forum internasional memang penting, tetapi lebih penting konsistensi dalam kebijakan nasional. Masalah HAM di Palestina atau Rohingya harus diiringi dengan penyelesaian pelanggaran HAM dalam negeri. Rakyat menunggu pengakuan negara atas kasus masa lalu yang masih terbengkalai. Tanpa konsistensi, pidato akan dianggap retorika kosong.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan beberapa solusi konkret:
- Pemaknaan ulang Pancasila. Pancasila harus dijadikan pedoman operasional nyata, bukan sekadar simbol dalam diplomasi internasional.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran. Sistem hukum harus adil, menutup celah pelanggaran HAM, dan menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu.
- Musyawarah kenegarawanan nasional. Melibatkan intelektual, tokoh agama, TNI/Polri, dan budayawan untuk merumuskan sikap Indonesia yang konsisten di dalam dan luar negeri.
- Transformasi birokrasi digital. Transparansi kebijakan luar negeri dan dalam negeri harus berbasis sistem terbuka agar rakyat bisa ikut mengawasi.
- Pendidikan moral dan berbasis Pancasila. Generasi mendatang harus dididik memahami arti kebebasan, keadilan, dan tanggung jawab negara terhadap rakyat.
Rinto menegaskan, konsistensi adalah ukuran utama kepemimpinan. “Kebijakan luar negeri harus sejalan dengan kebutuhan dalam negeri. Kepentingan rakyat jangan ditinggalkan demi citra internasional,” tegasnya. Bagi Partai X, pidato indah di forum dunia hanya berarti jika tindakan nyata di tanah air mencerminkan perlindungan, pelayanan, dan pengaturan yang adil bagi rakyat.