Disusun oleh:
Dharmawan, SE, SH, MH, BKP, CCL
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
beritax.id – Dalam sistem perpajakan yang modern, setiap pungutan pajak harus didasarkan pada asas legalitas, sebuah prinsip fundamental yang termaktub dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945. Prinsip ini memastikan bahwa segala tindakan fiskus yang memengaruhi hak dan kewajiban Wajib Pajak harus memiliki landasan hukum yang jelas, adil, dan transparan. Namun, dalam implementasinya, instrumen seperti Surat Permintaan Penjelasan dan/atau Keterangan (SP2DK) seringkali diartikan dan diterapkan dengan cara yang justru mengabaikan asas legalitas itu sendiri.
SP2DK: Instrumen Pengawasan di Bawah Undang-Undang
SP2DK bukan merupakan produk dari undang-undang pokok perpajakan, melainkan dari regulasi teknis seperti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (SE-05/PJ/2022). Regulasi ini menempatkan SP2DK sebagai sarana pengawasan dengan tujuan utama pembinaan dan klarifikasi, bukan sebagai alat penagihan atau pemeriksaan. Namun, dalam praktiknya, tujuan ini seringkali terdistorsi, mengubah SP2DK dari instrumen pembinaan menjadi alat yang menekan Wajib Pajak.
Pelanggaran terhadap Asas Legalitas
Analisis yang Tidak Transparan dan Tidak Dikenal dalam UU SP2DK diterbitkan berdasarkan “penelitian kepatuhan material” yang dilakukan secara internal oleh fiskus. Analisis ini seringkali menggunakan metode pembandingan (benchmarking), yang membandingkan rasio keuangan Wajib Pajak dengan data industri. Masalahnya, metode ini tidak diatur secara rinci dalam undang-undang, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Wajib Pajak tidak diberi rincian data pembanding, melanggar hak mereka untuk mengetahui dasar “tuduhan” yang dibuat. Tanpa transparansi, Wajib Pajak tidak dapat memberikan klarifikasi yang tepat.
Menyalahi Prinsip Pemeriksaan yang Bertahap
Menurut UU KUP, proses penetapan pajak terutang harus melalui prosedur pemeriksaan yang ketat, dimulai dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2). Namun, SP2DK yang seringkali berisi indikasi utang pajak dan himbauan untuk membayar, secara efektif melompati tahapan hukum yang seharusnya. Hal ini menciptakan kesan bahwa Wajib Pajak sudah bersalah sebelum melalui proses pembuktian yang adil.
Membebankan Bukti kepada Wajib Pajak secara Tidak Adil
Meskipun SP2DK berfungsi sebagai permintaan penjelasan, narasi yang dibangun seringkali membebankan Wajib Pajak untuk membuktikan ketidakbersalahan mereka, bukan sebaliknya. Dalam ranah hukum, setiap tuduhan harus didukung oleh bukti yang kuat. Namun, dalam kasus SP2DK, fiskus hanya memberikan indikasi umum, memaksa Wajib Pajak untuk melakukan “analisis balik” sendiri atas seluruh datanya untuk menemukan perbedaan yang dimaksud.
Ironi Penutupan SP2DK: Kurang Bayar sebagai Harga Mati
Fenomena yang paling aneh dan seringkali membingungkan adalah anggapan bahwa SP2DK harus ditutup dengan kurang bayar. Anda benar, ini adalah praktik yang tidak sesuai dengan semangat regulasi.
Secara prosedur yang benar, jika klarifikasi Wajib Pajak beserta dokumen pendukungnya kuat dan logis, SP2DK seharusnya ditutup dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Permintaan Penjelasan (SP3 P2DK) yang menyatakan bahwa penjelasan Wajib Pajak dapat diterima. Dalam kasus ini, tidak ada kurang bayar yang diperlukan.
Namun, dalam praktiknya, seringkali ada tekanan dari internal kantor pajak agar setiap SP2DK menghasilkan penerimaan negara. Hal ini terjadi karena:
Target Kinerja: Kurang bayar yang dihasilkan dianggap sebagai indikator keberhasilan pengawasan dan menjadi bagian dari penilaian kinerja fiskus.
Jalan Pintas: Mengarahkan Wajib Pajak untuk langsung melakukan pembayaran kurang bayar dianggap lebih efisien daripada melanjutkan proses ke pemeriksaan yang lebih panjang dan melelahkan.
Implikasinya bagi Wajib Pajak: Anda tidak diwajibkan untuk menerima permintaan kurang bayar jika Anda memiliki bukti kuat. Wajib Pajak harus berani mempertahankan posisinya dengan argumen dan dokumen yang solid. Jika fiskus tetap bersikeras, Anda dapat memilih untuk menolak permintaan kurang bayar dan meminta agar proses dilanjutkan ke tahap pemeriksaan yang memiliki prosedur hukum yang lebih jelas.
SP2DK adalah instrumen yang sah, tetapi penerapannya harus konsisten dengan semangat undang-undang yang melandasinya. Ketika SP2DK diterbitkan berdasarkan analisis yang tidak transparan dan digunakan sebagai alat untuk menekan pembayaran pajak. Ia telah keluar dari jalur pembinaan dan mengancam asas legalitas itu sendiri.