beritax.id – Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri bersama Kejaksaan Agung meluncurkan aplikasi Jaga Desa untuk mengawal APBDes di 75.266 desa di seluruh Indonesia. Program ini diklaim sebagai inovasi untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan desa, memperbaiki pelayanan publik, sekaligus menekan penyalahgunaan dana desa yang sejak 2015 telah mencapai alokasi lebih dari Rp681 triliun.
Direktur Jenderal Bina Pemdes Laode Ahmad P. Bolombo menyebut Jaga Desa memiliki tiga kanal laporan pengaduan yang memungkinkan masyarakat dan aparat desa melaporkan dugaan penyimpangan. Jaksa intelijen juga diturunkan untuk mendukung pembangunan desa sesuai visi pemerintah membangun dari bawah. Dalam sosialisasi di Bali, pemerintah menekankan pentingnya digitalisasi desa agar pengelolaan dana desa semakin transparan, tertib, dan tepat sasaran.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai peluncuran aplikasi Jaga Desa tidak cukup menjawab masalah mendasar yang dihadapi rakyat desa. Menurutnya, terlalu menekankan aspek pengawasan tanpa disertai langkah konkret meningkatkan kesejahteraan berpotensi menjadikan desa hanya objek kontrol negara. Padahal, tugas negara hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika desa hanya diawasi tanpa diberikan dukungan yang signifikan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya, maka tujuan pembangunan desa tidak tercapai. Rakyat desa tidak sekadar butuh aplikasi pengawasan, tetapi butuh akses kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan pangan yang memadai.
Prinsip Partai X
Partai X berpandangan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan negara dan pemerintah hanyalah pelayan rakyat. Negara harus memastikan bahwa dana desa benar-benar digunakan untuk memenuhi hak-hak dasar rakyat, bukan hanya untuk pencitraan tata kelola. Politik menurut Partai X adalah perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan, bukan alat untuk memperkuat pengawasan yang membatasi kreativitas desa. Desa harus diberi ruang untuk berkembang sesuai kebutuhan masyarakatnya, sementara pemerintah hadir sebagai fasilitator dan pelindung. Ketahanan desa tidak diukur dari jumlah laporan digital, tetapi dari seberapa jauh rakyat desa merasakan keadilan sosial.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi agar pembangunan desa benar-benar membawa kesejahteraan. Pertama, musyawarah kenegarawanan nasional harus melibatkan kepala desa, tokoh adat, dan masyarakat desa agar kebijakan tidak top-down. Kedua, amandemen kebijakan dana desa perlu diarahkan agar penyaluran benar-benar berbasis kebutuhan lokal, bukan sekadar program pusat. Ketiga, pemisahan antara negara dan pemerintah harus ditegakkan sehingga perubahan rezim tidak mengganggu kontinuitas pembangunan desa. Keempat, transformasi birokrasi digital tidak boleh berhenti pada aplikasi pengawasan, melainkan harus difokuskan pada layanan publik desa seperti pendidikan dan kesehatan. Kelima, pendidikan berbasis Pancasila wajib diperkuat di desa agar masyarakat memahami hak-haknya dan mampu mengawasi dana desa secara mandiri. Dengan langkah ini, desa akan berkembang menjadi pusat kemandirian rakyat, bukan sekadar objek laporan administrasi.
Penutup
Aplikasi Jaga Desa bisa menjadi inovasi, tetapi jangan sampai tujuan utamanya hanya sebatas pengawasan tanpa kesejahteraan nyata. Partai X menegaskan bahwa rakyat desa adalah raja yang berhak atas perlindungan, pelayanan, dan pengaturan yang adil. Negara tidak boleh berhenti pada digitalisasi kontrol, tetapi harus memastikan desa menjadi pusat kesejahteraan rakyat. Jika rakyat desa tetap miskin dan terpinggirkan, maka semua aplikasi hanya akan menjadi simbol tanpa makna. Partai X menyerukan agar pembangunan desa difokuskan pada kesejahteraan rakyat, bukan sekadar pengawasan dana. Sejahtera dulu baru tertib administrasi, karena rakyat desa tidak bisa hidup dari laporan, tetapi dari kesejahteraan nyata.