beritax.id – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan DPR akan mengambil alih inisiatif RUU Perampasan Aset. Dengan demikian, usul inisiatif RUU Perampasan Aset tidak lagi berada di tangan pemerintah.
Yusril menegaskan Presiden Prabowo Subianto beberapa kali meminta DPR membahas RUU tersebut. Bahkan, RUU Perampasan Aset sebenarnya telah diajukan sejak 2023 oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, DPR tidak kunjung membahasnya hingga kini.
Menurut Yusril, pemerintah akan menunggu proses jika DPR resmi mengambil inisiatif. Nantinya, Presiden akan menerbitkan surat presiden untuk menunjuk menteri terkait agar membahas RUU sampai selesai.
Kritik Partai X
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai bahwa isu perampasan aset jangan hanya berhenti pada kepentingan pejabat. “Tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jangan sampai RUU ini hanya jadi alat kekuasaan yang mengorbankan aset rakyat,” tegasnya.
Partai X menilai, perampasan aset harus diarahkan pada pengembalian kekayaan negara yang dirampok koruptor, bukan sekadar alat menekan masyarakat. Jika DPR benar-benar mengambil inisiatif, maka keberpihakan pada rakyat miskin harus menjadi orientasi utama.
Prinsip Partai X
Partai X menekankan prinsip dasar bahwa rakyat adalah pemilik sah negara. Pemerintah dan DPR hanya pelayan, bukan pemilik. Aset rakyat tidak boleh disentuh atau dijadikan korban kebijakan. Prinsip keadilan harus diutamakan agar hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Bagi Partai X, negara bukan alat kekuasaan segelintir individu, tetapi ruang pengabdian untuk seluruh rakyat. Demokrasi hanya bermakna bila hak rakyat dihormati.
Solusi Partai X
Sebagai solusi, Partai X menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset harus difokuskan pada tiga hal. Pertama, memastikan pengembalian aset hasil korupsi ke kas negara untuk kepentingan publik. Kedua, membangun sistem pengawasan independen agar tidak ada penyalahgunaan terhadap rakyat. Ketiga, menjadikan RUU ini sebagai instrumen memperkuat keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
Prayogi mengingatkan bahwa RUU ini harus berlandaskan Pancasila dan kepentingan rakyat. “Jangan sampai perampasan aset hanya berlaku untuk pedagang, sementara koruptor dilindungi dengan dalih hukum. Itu pengkhianatan,” tegasnya.
Negara = Bus, Rakyat = Penumpang
Partai X kembali menegaskan simbolik sederhana: negara adalah bus, dan rakyat adalah penumpangnya. Tugas sopir, yakni pemerintah, adalah memastikan semua penumpang sampai tujuan dengan selamat. Jika sopir hanya mengutamakan kursi depan, maka bus akan terguling. Jika sopir lalai, maka penumpang yang jadi korban.
Dalam konteks ini, RUU Perampasan Aset tidak boleh hanya melindungi pejabat yang duduk di kursi empuk. Ia harus menjadi alat negara untuk mengembalikan hak penumpang, yakni rakyat, yang kerap ditinggalkan di jalan.
Prayogi menutup dengan peringatan keras: “Rakyat bukan objek, rakyat adalah pemilik bus. Jangan jadikan mereka korban lagi.”