Oleh : Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Indonesia hari ini ibarat tubuh manusia yang sedang sakit parah. Analogi ini berulang kali disampaikan budayawan Emha Ainun Najib, atau Cak Nun. Dari luar, tubuh bangsa ini masih tampak hidup: berjalan, berbicara, bahkan berdandan. Namun sejatinya, tubuh ini sekarat. Organ-organ vitalnya tidak berfungsi, kepalanya kehilangan kendali, dan darah kehidupannya dipaksa mengalir dengan cara yang tidak sehat.
Kepala yang Tertutup
Dahulu, bangsa ini memiliki kepala yang sehat, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. MPR berfungsi sebagai pusat kesadaran, penglihatan, dan pendengaran bangsa. Namun sejak Amandemen UUD 1945 ketiga tahun 2001, kepala itu ditutup.
Kini, kepala bangsa ini tidak bisa melihat aspirasi rakyat, tidak bisa mendengar jeritan penderitaan. Tubuh berjalan tanpa arah, tanpa kendali, kehilangan pengendali sejatinya.
Organ yang Malfungsi
Di dalam tubuh, organ-organ vital kini ikut rusak.
- Jantung yaitu Presiden dan kabinet yang mestinya memompa kehidupan, kini malfungsi. Presiden, yang seharusnya hanya pelayan rakyat, berubah menjadi pusat kekuasaan.
- Paru-paru yaitu DPR yang mestinya menyaring udara kotor dan memberi oksigen demokrasi, kini ikut sakit. Bukannya membersihkan, justru mencemari aliran darah politik.
- Hati dan limpa yaitu aparat hukum dan lembaga pengawas yang mestinya menyaring racun, kini keropos. Racun kekuasaan dibiarkan menyebar ke seluruh tubuh bangsa.
- Ginjal yaitu Kemenkeu/DJP yang semestinya sebagai penyaring dan pengatur aliran darah. Apabila fungsi ginjal gagal maka dibutuhkan utang.
Seharusnya, tubuh bangsa bisa sehat jika organ-organ ini bekerja harmonis. Namun kenyataannya, kini tubuh Indonesia sakit parah.
Penyakit yang Tidak Disadari
Cak Nun pernah mengingatkan: tubuh bangsa ini sakit keras, tetapi tidak sadar dirinya sakit. Karena tidak tahu sakitnya apa, bangsa ini tidak tahu dokter siapa yang harus dituju. Lebih tragis lagi, tubuh ini kini seakan lupa bahwa ia sebenarnya sedang sakit parah.
Darah yang Diperas
Mengapa tubuh ini masih bisa bergerak? Karena ada darah yang terus dipompa: pajak rakyat.
Direktorat Jenderal Pajak memeras setiap tetes darah rakyat, bahkan di tengah krisis. Darah inilah bahan bakar tubuh negara. Tetapi karena jantung sudah rusak, aliran darah tidak sehat. Bukan menghidupi organ, justru memperpanjang penderitaan.
Sri Mulyani sebagai Pencari Darah
Di titik ini, Menteri Keuangan berperan seperti dokter vampir. Sri Mulyani menjadi pencari darah, tidak hanya dari rakyat, tetapi juga dari luar. Ia mencari pinjaman, utang, dan instrumen keuangan internasional untuk menopang tubuh yang sekarat ini.
Infus biru dari luar yaitu utang luar negeri yang dipasang ke tubuh bangsa. Tubuh yang malfungsi pun tampak segar sesaat. Namun ini bukan kehidupan alami, melainkan ketergantungan. Tubuh hanya hidup karena darah rakyat yang diperas dan transfusi asing yang dipasang. Hal ini membuktikan Indonesia sakit parah.
Elit Partai Politik sebagai Parasit
Lebih tragis lagi, tubuh bangsa yang sakit parah ini justru menjadi pesta bagi elit partai politik. Mereka bukan organ vital, melainkan parasit. Mereka menikmati darah rakyat dan cairan infus asing, seakan-akan menjadi raja di atas tubuh yang lumpuh.
Tubuh bangsa menderita, rakyat lemah, tetapi elit parpol bersenang-senang. Mereka duduk nyaman di tengah tubuh yang sekarat, tanpa merasa bersalah semakin membuat Indonesia sakit.
Tubuh yang Hidup Semu
Indonesia hari ini adalah tubuh yang hidup semu, hanya bergerak karena aliran darah rakyat yang terus diperas. Tanpa kepala (MPR sebagai pemegang kedaulatan tertinggi), tanpa organ sehat, dan tanpa kesadaran akan sakitnya sendiri, bangsa ini terus berjalan ke arah kehancuran.
Cak Nun benar: bangsa ini sudah sakit parah, tapi tidak tahu sakitnya apa, tidak tahu dokter siapa yang harus dituju.
Jika tubuh ini ingin sehat kembali, ia harus sadar dulu bahwa ia sakit, lalu mengembalikan kepala sebagai pengarah, memperbaiki organ-organ yang rusak, dan memastikan darah rakyat mengalir untuk kehidupan, bukan diperas untuk menopang sistem yang sekarat.