beritax.id – Wakil Ketua DPR Saan Mustopa mengatakan hingga kini Ahmad Sahroni belum mengajukan pengunduran diri dari DPR. Sahroni hanya berstatus kader NasDem yang dinonaktifkan partai, bersama Nafa Urbach. Saan menyebut partai telah bersurat ke fraksi dan Sekjen DPR untuk menghentikan hak keuangan mereka. Meski demikian, proses penghentian gaji masih menunggu keputusan Sekjen DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Publik menilai langkah partai baru sebatas simbolik. Dinonaktifkan bukan berarti mundur dari jabatan. Sahroni dan Nafa tetap tercatat sebagai anggota DPR, meski haknya dihentikan. NasDem menegaskan proses ini sedang berjalan sesuai mekanisme. Namun, rakyat mempertanyakan kecepatan dan keseriusan lembaga legislatif merespons tuntutan publik.
Selain Sahroni dan Nafa, sejumlah anggota DPR dari partai lain juga dinonaktifkan. PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya. Golkar menonaktifkan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Langkah ini diambil menyusul sorotan publik dan aksi demonstrasi besar-besaran. Kediaman Sahroni, Eko, Uya, bahkan rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut dijarah massa. Situasi tersebut menunjukkan krisis kepercayaan rakyat terhadap pejabat.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan kembali tugas negara yang tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun yang terlihat, rakyat terus terhimpit, sementara pejabat tetap nyaman. Rinto menyebut, mundurnya pejabat seharusnya langkah moral, bukan sekadar teknis administrasi. “Kalau rakyat sudah berteriak, pejabat jangan pura-pura tuli,” ujarnya.
Partai X menekankan bahwa kekuasaan bukan milik pejabat, melainkan amanah rakyat. Negara hanya dapat disebut beradab jika keberpihakan nyata pada rakyat. Bagi Partai X, wakil rakyat adalah pelayan, bukan tuan. Ibarat sopir bus, mereka wajib memastikan penumpang sampai tujuan. Jika gagal, rakyat berhak mengganti sopirnya. Kekuasaan tanpa akuntabilitas hanyalah alat menindas rakyat.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi agar krisis pemerintahan tidak terus berulang. Pertama, reformasi menyeluruh di DPR dengan meniadakan privilese berlebihan. Kedua, musyawarah kenegarawanan melibatkan masyarakat sipil, mahasiswa, dan buruh dalam pengawasan legislatif. Ketiga, transformasi birokrasi berbasis digital agar setiap kebijakan DPR transparan dan bebas korupsi. Keempat, pendidikan berlandaskan Pancasila agar pejabat memahami esensi pelayanan rakyat.
Partai X menegaskan, rakyat tak boleh terus jadi korban sementara pejabat berlindung di balik mekanisme formal. Mundur atau tidak mundurnya Sahroni hanyalah permukaan. Persoalan sesungguhnya adalah DPR kehilangan kepercayaan publik. Saat rakyat makin sulit, wakil rakyat tak boleh terus nyaman dalam kekuasaan.