beritax.id – Aksi penjarahan terjadi saat demo 29 Agustus 2025 di beberapa daerah. Di Makassar, massa menjarah barang dari kantor institusi yang terbakar. Di Surabaya, pedagang bernama HS justru kehilangan dagangan saat menyelamatkan diri. Ia mengaku ikhlas karena menghindari gas air mata yang ditembakkan aparat.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Muchamad Iksan, menegaskan demonstrasi adalah hak yang dilindungi hukum. Namun, demo sering melahirkan kerentanan berupa perusakan dan penjarahan. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan pelaku penjarahan dapat dijerat Pasal 356 KUHP. Hukuman lima tahun penjara menanti pelaku pencurian dengan kekerasan. Bahkan, merusak fasilitas umum juga dipidana sesuai Pasal 28 ayat (2) UU Lalu Lintas.
Kritik Partai X: Rakyat Kelaparan Tak Pernah Dihukum Adil
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan tugas negara itu tiga hal. Negara wajib melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tetapi kenyataan menunjukkan rakyat kecil yang kelaparan justru dikriminalisasi. Penjarahan yang dipidana adalah potret ketidakadilan sosial. Rakyat lapar dihukum penjara, sementara pejabat korup justru dilindungi sistem.
Partai X menegaskan, rakyat adalah pemilik sejati negara. Pemerintah hanya mandat sementara, bukan penguasa mutlak. Negara seharusnya tidak sibuk menghukum korban kelaparan, tetapi memperbaiki akar ketidakadilan. Ketika rakyat menjarah karena lapar, itu tanda negara gagal hadir. Pagar hukum tak boleh menutup mata atas jeritan perut rakyat miskin.
Solusi Partai X untuk Mengakhiri Akar Penjarahan
Partai X menawarkan solusi kenegarawanan untuk mengakhiri akar persoalan. Pertama, amandemen kelima UUD 1945 untuk menguatkan jaminan kesejahteraan rakyat. Kedua, pembentukan MPRS sementara demi mengawal arah negara agar kembali pada kedaulatan rakyat. Ketiga, pemisahan jelas antara negara dan pemerintah agar kekuasaan tak menelan kepentingan rakyat. Keempat, pembubaran partai gagal dan verifikasi ulang untuk menutup praktik transaksional.
Kelima, reformasi hukum berbasis kepakaran agar hukum berpihak pada rakyat, bukan pada kekuasaan. Keenam, transformasi birokrasi digital untuk menutup ruang korupsi bansos dan subsidi. Ketujuh, musyawarah kenegarawanan nasional melibatkan rakyat dalam menentukan arah pembangunan. Kedelapan, pendidikan moral bagi generasi muda agar demokrasi berakar pada nilai kerakyatan. Kesembilan, pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman praktis, bukan slogan kosong.
Partai X menegaskan, kelaparan tak pernah dihukum dengan adil di negeri ini. Penjara bukan jawaban bagi perut kosong. Negara wajib hadir, melindungi rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan. Harus dipahami, penjarahan bukan sekadar kriminalitas, tetapi cermin dari negara yang gagal melayani rakyatnya.