beritax.id – Pegawai DPR RI diimbau bekerja dari rumah atau work from home (WFH) pada Kamis, 28 Agustus 2025. Imbauan ini bertepatan dengan aksi demonstrasi buruh dan sejumlah elemen masyarakat di depan Kompleks Parlemen, Senayan.
Surat edaran Sekretariat Jenderal DPR bernomor 2797/SEKJEN/08/2025 menjelaskan kebijakan WFH diambil demi mengantisipasi potensi gangguan akibat aksi massa. Surat tersebut menekankan bahwa pelayanan kedinasan tetap berjalan melalui fasilitas teknologi meskipun pegawai tidak hadir fisik.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni membenarkan adanya kebijakan tersebut. Menurutnya, langkah ini untuk menghindari kesulitan pegawai meninggalkan kompleks parlemen jika situasi lapangan memanas.
Partai X: Pejabat Tak Boleh Lari dari Suara Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiawan, menilai kebijakan WFH menunjukkan sikap pejabat yang menjauh dari suara rakyat. Menurutnya, negara justru harus hadir ketika rakyat menyampaikan aspirasi, bukan sebaliknya.
“Negara punya tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika pegawai DPR justru libur saat rakyat bersuara, itu berarti mereka gagal menjalankan fungsi negara,” ujar Rinto.
Ia menegaskan, rakyat datang dengan suara lantang di depan gedung parlemen. Tetapi pejabat malah memilih bersembunyi di balik layar daring.
Prinsip Partai X
Partai X menegaskan, demokrasi sejati adalah ruang musyawarah, bukan ruang pelarian pejabat dari rakyat. Prinsip Partai X menolak paradigma pemerintahan yang hanya berorientasi pada kenyamanan pejabat.
Partai X menekankan, negara harus berpihak pada kepentingan rakyat banyak, bukan pada perlindungan diri para pejabat. Dalam kerangka itu, kehadiran fisik aparat negara di tengah rakyat adalah bentuk nyata komitmen demokrasi.
Menurut prinsip Partai X, lembaga negara harus berdiri tegak di hadapan rakyat sebagai mitra, bukan sebagai pihak yang menghindar.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi konkret untuk memperbaiki praktik demokrasi. Pertama, parlemen harus membuka ruang dialog terbuka dengan rakyat setiap kali ada aksi massa.
Kedua, aparat negara harus menempatkan kepentingan rakyat di atas keamanan birokrasi. Kehadiran pejabat di lapangan adalah bentuk tanggung jawab publik.
Ketiga, Partai X mendorong reformasi lembaga parlemen agar tidak terjebak pada rutinitas formal. Parlemen harus aktif mendengar, mencatat, dan merespons aspirasi rakyat secara langsung.
Keempat, sistem komunikasi digital harus melengkapi, bukan menggantikan, kehadiran pejabat. Transparansi, akuntabilitas, dan keberanian hadir di tengah rakyat harus dijadikan standar
Partai X menilai, WFH pegawai DPR saat aksi rakyat adalah gambaran ketakutan pejabat terhadap suara rakyat. Demokrasi tidak bisa berjalan jika suara rakyat dihindari. Rakyat membutuhkan wakil yang hadir, bukan yang bersembunyi.